Jawaban atas seruan Bapak Ayip Rosidi dan lain lain yang mengkawatirkan hilangnya budaya pluralisme dan mulltikulturalisme .

Diposting oleh Asri Bintoro on Kamis, 12 April 2012

AGGRA INSTITUTE
TAMAN BELAJAR PLURALISME DAN MULTIKULTURALISME
Alamat : E mail bintooasri@yahoo.co.id .


8. Jawaban atas seruan Bapak Ayip Rosidi dan lain lain yang mengkawatirkan hilangnya budaya pluralisme dan mulltikulturalisme .

Dalam Visi Konperensi Internasional Budaya Sunda I di Bandung pada tahun 2001 berserulah Pak Ayip Rosidi
" Di antara negara dan bangsa di dunia , Indonesia adalah salah satu yang mempunyai budaya sangat beragam .Keberagaman itu dilembagakan dalam lambang negara "Bhineka Tunggal Ika "beragam macam namun satu jua . Akan tetapi keberagaman itu , walaupun sering dibangga banggakan secara verbal , tidak pernah secara konseptual dan berencana dijaga dan dipelihara bahkan dikalahkan oleh jargon " persatuan dan kesatuan " yang bersifat monolistis ,tetapi yang juga tak pernah diuraikan secara konseptual . Kompas 24-8-2001 .


"Jika tidak ada keseriusan bersama untuk membangun bahasa daerah ,kita harus siap menyaksikan punahnya bahasa daerah termasuk bahasa Sunda .Kita tahu pemerintah sulit diharapkan .Di tangan kita bersama masa depan bahasa daerah berada ."

Enam ahun kemudian .

"Si polan lain we teu ngarti soal budaya daerah . Si polan teu daek ngarti soal pentingna budaya daerah kaasup bahasa daerahna ." Suara Pembaruan Selasa 11 Juli 2006 .



Letih Pak Ayip Rosidi , selalu meneriakkan hal hal budaya daerah namun tak mendapat respon , sermentara beliau tiap hari menyaksikan budaya daerahnya (Sunda) lambat tapi pasti akan menemui kematiannya , sementara budaya modern atau budaya lain dari mana mana siap mengambil alih tempatnya .
Dalam no. lain tulisan tulisan ini , disebut budaya Kekinian mendapat kemenangan dan Kekunoan tercampak

Dalam buku Manusia Jawa disebut oleh Pak Drs Marbangun Harjoworogo bahwa budaya Jawa secara lambat tetapi pasti , sedang menuju kematiannya "

Kalau kami sebut ada peperangan antara budaya kekunoan , pluralisme dan multikulturalisme , atau budaya budaya daerah , melawan budaya kekinian , modernisme , rasionalisme dan liberalisme sesungguhnya itu kurang adil . Karena yang ada , adalah adanya budaya pluralisme multikulturalisme , budaya daerah yang telah termarginalisasikan dari pemikiran rakyat atau sebagian besar rakyat disatu pihak dan makin gencarnya pembinaan budaya modern dipihak yang lain lagi .
Barangkali sudah terlalu lama seruan Pak Ayip Rosadi tersebut , toh belum pernah ada reaksi baik dari konco konco sendiri maupun pihak yang berwewenang yang merespon pernyataan tersebut . Yang lain tak direspon tak mengapa karena sifatnya sekedar analisis saja tanpa dibebani tuntutan yang serius ? Jika dalam masa orde lama atau orde baru meskipun sedikit masih ada upaya bangkitnya budaya budaya daerah , tetapi juga sekaligus ada penyusup penyusup yang berusaha membunuh budaya daerah , maka sesudah era reformasi kehidupan budaya daerah tampak lebih pudar .Baik tak sengaja atau sengaja banyak sekali pendangkalan pedangkalan objek objek yang mempunyai nilai sakral atau pendidikan batin yang tinggi , dijadikan objek objek yang diduga akan mendatangkan uang bagi negara , melalui sektor pariwisata .

Sungguh penulis kurang mengerti mengapa pemerintah yang ini , juga yang lain tampak tak begitu bersahabat dan kurang peduli dengan kehidupan budaya daerah . Selain budaya daerah yang mendatangkan uang melalui sektor pariwisata . Dalam setiap proper test terhadap para calon menteri , calon menteri selalu diuji bagaimana kementeriannya dapat menciptakan uang banyak . Bolehlah Depatemen Tenaga Kerja mengirimkan calon calon pahlawan devisa , yang terdiri dari , TKI TKW ,tenaga tenaga para medis dan para ahli ahli keluar negeri tetapi mudah mudahan jangan sampai ada pengiriman tentara bayaran , karena hal itu sungguhpun dapat mendatangkan uang banyak, tetapi keterlaluan . Kalau telah terjadi penggunaan aparat sebagai pengman proyek asing , hendaklah hanya sebatas sebagai pengaman dan tidak terikat jual beli pasukan .

Selain masalah uang hanya sedikit orang yang membicarakan moral, harga diri kemanusiaan , kebersamaan dan tampaknya uang adalah segala galanya .

Mungkin dalam dalilnya ada uang semua beres , bahkan dalam pepatah Cina ada uang , kera kerapun dapat diupah untuk mendorong batu gilingan .

Pada hal dalam praktek kita lihat dari luar , karena uang persoalan persoalan tak kunjung selesai , dan begitu seterusnya tak henti hentinya muncul kasus kasus baru gara gara masalah uang . Pola ini seperti memberi petunjuk dan panutan ke bawah , oleh karena itu eselon dibawah dan kebawahnya tentu akan mengikuti panutannya .

Kembali kepada Pak Ayip ,meskipun Pak Ayip Rosidi menyerukan hal hal yang legal yang ada pasal pasalnya dalam UUD45 bahkan seharusnya menjadi beban kerja para legislatif bahkan ekskutif bahkan yudikatip namun semua diam , sungguh bisa dimengerti dan juga sungguh tak dapat dimengerti bahwa hal tersebut tak pernah mendapat respon dari manapun . Apakah mereka tak mengerti makna pasal pasal itu , tak tanggap , tak mengerti tak sempat memikirkan pasal pasal tersebut atau bagaimana ? Yang jelas nasib budaya budaya daerah termarginalisasikan dengan segala akibat akibatnya , gara gara semua orang memburu uang . Yang tidak cepat tak kebagian .
Sungguh lelah Pak Ayip Rosidi dan kita ulangi seruan Pak Ajip Rosidi " Jika tidak ada keseriusan bersama untuk mengembangkan bahasa daerah , kita harus siap menyaksikan punahnya bahasa daerah termasuk bahasa Sunda . Kita tahu pemerintah sulit diharapkan . Di tangan kita bersamalah di masa depan bahasa daerah kita berada " tegas Pak Ayip tampak senang hadir pada diskusi di UI .
Ia sekarang tahu , di UI muncul kesadaran mengenai arti penting pengembangan bahasa daerah ." Kata keseriusan dan bersama tampaknya mudah dikatakan tetapi kenyataannya sukar diperoleh .Dari 11 Juli 2006 sampai sekarang sudah terentang waktu yang panjang , bagaimana kaadaan keseriusan dan bersama yang ada ? Kalau dalam tiap sawah 1 HA menghasilkan 7 ton semusim maka dalam kurun dari 11 Jui 2006 sampai sekarang sudah berjalan 4 tahun .Kalau panen 1 kali setahun sudah menghasilkan 4 x 7 ton = 28 ton .Kalau setahun dua kali panen sudah menghasilan 56 ton .Bagaimana dengan keseriusan dan bersama me revitalisasi bahasa Sunda .
Maju , mundur atau malah makin hilang ?
Penulis tak mengerti apa yang diorasikan Pak Ajip Rosidi dalam rangka sarasehan kebangsaan pada Senin Kliwon 7 April 2008 yang juga dihadiri oleh Pak Sultan Hamengkubuwono X apakah membicarakan kesulitan kesulitan seperti diuraikan tersebut diatas . Masalah bahasa dan budaya Jawa sebenarnya mempunyai masalah yang sama , terpuruk oleh deru pembangunan .Pembangunan yang gegap gempita benar benar mempesona , merampas perhatian seluruh penduduk negeri .
Adalah Pak Ajip Rosidi mestinya dengan kelompoknya yang tak punya kuasa dan kemampuan apa apa . Pak Ajip yang tak punya kemampuan dan kuasa untuk melaksanakan buah pikirannya selain cuma dapat mengumpat dan pasrah dan bersungut sungut , membodohkan orang yang tak sudi membantunya dalam upaya merevitalisasi budaya Sunda . Bahkan mungkin karena lelahnya menyingkir ke Jawa Tengah ke daerah Magelang untuk mencari kekuatan baru.? Sialnya lagi di Magelang diuber oleh lahar panas atau dingin gunung Merapi yang mengamuk .
Berbeda dengan Pak Ajip , maka Pak Sultan Hamungkubuwono X adalah Raja spiritual yang punya kuasa untuk ditaati sampai pejah gesang , sabdanya dijunjung diembun embunan , Pak Sultan Hamengkobuwono X adalah Gebernur yang punya kuasa untuk mengatur dan membeayai apa yang harus dikerjakan , sehingga bisa idu geni , sakecape dadi . Dalam rangka menyambut edisi ulang tahun ke-2 Majalah Kabare Jogya , sabda beliau " Menurut guru besar antropologi-sosiologi FISIP-Unpad, Dr.Kusnaka Adimihardja, bahwa krisis penggunan bahasa ibu berdampak negatif terhadap kelestarian alam .Karena marginalisasi bahasa daerah , ternyata telah ikut meminggirkan kearifan lokal yang termuat dalam idiom idiom lokal yang berkaitan erat dengan pengetahuan sosial , ekologi dan kelestarian lingkungan .Warna warna lokal yang bermuatan kearifan lokal semacam itulah , menurut hemat saya , yang perlu digali , untuk diangkat dan dikembangkan dengan lebih dalam dan tajam sebagai wahana pembelajaran bagi generasi muda untuk memahami nilai nilai budayanya ". Nuwun sewu , nyuwun pangapunten lan sih kawelasan dalem bilih penulis kurang paham mengapa sabda itu terhenti pada kata menurut hemat saya .
Masalahnya sekarang sudah nyata yaitu adanya krisis penggunaan bahasa ibu bagi hampir seluruh orang Jawa , dan kenyataan ini memang berdampak negatip terhadap kelestarian alam , dan telah disadari bahwa hal itu ternyata juga ikut meminggirkan kearifan lokal yang termuat dalam idiom idiom lokal .
Siapa sebetulnya yang mampu menyetop gejala yang kurang baik , yang seperti penyakit kian hari kian menggrogoti budaya Jawa . Jawabannya tentu yang tahu dan mampu .Yang tahu tetapi tak mampu , tak mungkin dapat beraksi .Yang mampu tetapi tahu juga demikian . Tentu yang tahu dan mampu .Siapakah sebetulnya yang paling bertanggung jawab terhadap itu semua ? Yang tahu tetapi tak mampu mau apa ? Yang mampu tapi tak tahu ya percumah sajah .

Kalau sudah ada orang yang yang telah mengetahui dan memahami adanya hal hal yang mengkawatirkan ,kelainan kelainan atau abnormalitas dalam masyarakat , dan beliau mestinya mempunyai kemampuan dan punya kuasa untuk mengembalikan keabnormalan itu ketempat yang proposional , maka selesailah semua karena akar masalah sudah ditemukan dan diatasi .

Tetapi agak kurang dapat difahami jika kalimat tersebut terhenti dengan menurut hemat saya .Bagaimana akan bisa mengatakan s e m u a p a s t i b i s a ?

Ternyata tak ada satupun pihak yang bertanggung jawab surud dan memudarnya budaya Jawa , dengan aksi yang nyata .

Kadang kadang semua merasa bertanggung jawab termasuk para kawula . Sekali lagi kiranya perlu kejelasan siapa sebetulnya yang mempunyai tanggung jawab terhadap kemunduran budaya khususnya Jawa ? Siapa sebetulnya yang disebut penjaga budaya Jawa , pengayom budaya . Bagaimana jika orang yang diserahi tanggung jawab atau penjaga budaya sudah bosen dan tak maelu lagi terhadap eksistensi budaya Jawa karena telah berubah menjadi orang modern ? Apa lalu budya kita yang adiluhung dilembarakake wae , diburak rame reme njur ora ana sing ngopeni ?

Siapa yang dapat dan mampu secara nyata mengembalikan apa yang ditakutkan oleh Pak Kusnaka , agar keadaan yang tak normal dapat kembali pada kedudukan yang semestinya lagi . Siapa yang harus menjadi pelaku " keseriusan bersama" sesuai dengan pikiran Pak Ajip Rosidi tersebut diatas .

Rasa ewuh pakewuh yang selalu merugikan orang Jawa perlu dirasionalkan sedikit untuk kepentingan bersama . Dahulu adalah orang orang Belanda yang selalu mengritik bahkan mengintervensi keraton jika dianggap orang keraton menyimpang dari kebiasaan ( nganeh anehi ) , sekarang Belanda telah pergi , tak ada lagi yang dapat mengusik kembalinya absolutisme kerajaan , meskipun absolutismenya hanya dalam pikiran dan omongan .

Orang Sunda selalu iri terhadap orang Jawa yang memiliki raja dan keraton dan orang Bali memiliki banjar banjar , orang Batak memiliki huta , orang Minang memiliki ninik mamak , yang dapat mengakselerasi revitalisasi budaya Jawa dan Bali , betulkah kenyatannya demikian ?

Tidak semudah itu , apa lagi jika keinginan keinginan modernisasi sudah menggebu gebu mengacaukan kuajiban sebagai penjaga budaya Jawa .Mengacaukan tugas pengayom para kawulo yang masih tetap dalam kesetiaan dan benar benar setiap saat masih nenggo dan ngestokaken timbalan dawuh .

Kasihan para kawula , dibelani berkorban untuk keagungan dalem , jebul malah disepelekake bahwa semua itu dinggap sudah kuno , ora njamani .


Anehnya upacara upacara yang glamour yang masih disenanginya dijalankan . Apakah itu untuk kesenangannya , atau untuk menyenangkan para kawulonya ?.


Bali sedikit lagi menjadi Hawai , uang memang berlimpah , tetapi itu bukan satu satunya tujuan . Orang Bali kuno membuat Bali dengan ke Baliannya yang mengagumkan dunia bukan untuk tujuan duniawiyah , ngumbar nafsu hura hura dan mengeruk uang , tetapi untuk diabdikan kepada Sang Dewata demi mendapat kedamaian batiniah dan masyarakat yang tata tentrem kertaraharjo .

Tetapi sekarang teracak acak untuk memburu uang .Kenyataannya uang itu bukan utuk orang Bali .Untuk siapa ? Modal .

Di Surakarta yang disebut sebagai penjaga dan pengayom budaya Jawa , untuk mengatasi masalah "dalam negeri sendiri " saja tampak sudah sangat berat dan ruwet , tentu sangat sulit diharapkan untuk berbuat yang lebih dari yang telah dikerjakan . Selain meneruskan saja budaya tradisi atau tradisi yang sudah rotine , yang juga menuju budaya yang tak punya roh . Pemberian gelar gelar aristokrat tersiar luas dan itu justru menjadi tanda tanya dan mengurangi kewibawaan kraton , karena peristiwa itu lebih cenderung tampak sebagai mainan dari pada serius . Perebutan tahta menambah keterpurukan keraton .Ada yang orang yang bertanya apakah keraton itu masih keraton beneran yang menjadi penjaga budaya Jawa atau keraton bohongan yang anggautanya masih dapat memberikan contoh contoh budi luhur , mesu budi . Pada jaman dulupun gelar keraton yang demikian memang ada tetapi harus ditebus dengan keutamaan dan kesetiaan yang sangat tinggi dan dengan pengorbanan dan bukan dengan yang lain . Tetapi terserah yang yang kuasa , yang kuasa dari dulu memang absolut , sumonggo kerso mawon .Sulit dimengerti jika kedudukan penjaga budaya , pengayom para kawulo juga dapat terkuasai penguasa baru yaitu uang .

Lalu ada masalah kriminalitas yang menyibukkan para bangsawan kraton,karena kriminlitas itu mengenai hilangnya aset aset kraton . Dalam kesaksiannya Gusti Moeng mengungkapkan terdakwa HS telah menyalah gunakan kedekatan sebagai keponakan raja Pakoeboewono (PB) XIII Hangabehi .
KR 11 -4-2008 .




Di Semarang ada Gubernur , Jendral Bibit Waluyo , dalam bidang budaya Jawa tampak sebagai golongan muda . Sebagai Gubernur beliau mempunyai jangkauan lintas kabupaten tentu saja dapat menjadi koordinator , misalnya dalam hal pengembangan budaya dan bahasa daerah . Mengapa kami sergah beliau sebagai pecinta budaya daerah ?

Dengan mengenakan busana daerah pada saat mencalonkan sebagai Gubernur Jawa Tengah , sudah memberikan tanda tanda adanya kecintaan beliau terhadap budaya daerah . Adanya tanda tanda orang Jawa yang tak minder memamerkan pakaean daerahnya . Ada tanda tanda sebagai wong Jawa ora lali Jawane , ada tanda tanda sebagai wong Jawa sing nJawani . Tampaknya kecil kemungkinannya jika beliau tak akan rumongso handarbeki dan hangrungkebi budaya sendiri , njur tansah kepilut budaya sing aneh aneh .

Tentu saja semua itu tidak keluar dari aturannya NKRI . Barangkali orang akan lebih menyukai beliau karena orang percaya bahwa beliau akan punya pikiran rumongso handarbeni dan hangrungkebi budayane . Patut didadekake panutan .Kalau beliau pensiun tokoh seperti ini perlu dilamar untuk diangkat sebagai Kepala Non Formal Ngleluri (Pengembangan ) budaya daerah (Jawa ) , Penjaga Budaya Jawa .
Sebetulnya penulis tak akan memuji muji orang , sebab takut jika pujiannya akan menjadikan orang lain iri dan membenci orang yang dipujinya .Padahal Gubernur sebagai kepala daerah memang sudah seharusnya memajukan budaya daerahnya .
Jawaban terhadap seruan Pak Ajip Rosidi yang memberi warning akan segera matinya budaya daerah .
Sekalipun tak ada respon atau aksi dari pihak pihak yang dikira mempunyai tanggung jawab terhadap budaya dan bahasa daerah , sekalipun tak melalui jalur formal struktural , tetapi mengingat budaya daerah adalah roh dari bangsa bangsa yang memilikinya , maka sekalipun betapapun buruknya ternyata budaya daerah masih tampak eksis seperti batang padi yang tengah kebanjiran . Pucuk pucuk sisa itulah mungkin yang harus dipiara oleh " Keseriusan bersama " , agar budaya daerah tak mati.
Dalam rubrik lawang seketeng Majalah Mangle No. 2170 termuat , " dinten Jum'at kamari (9/5) di Gedong YPK Jl.Naripan No. 7-9 Bandung parantos lumangsung dua kagiatan . Kahiji acara ngaleler Anugerah Gubernur Propinsi Jawa Barat ka lima urang penulis Sunda , Kadua , ngawanohkeun ka masyarakat , buku antoloji Cerpon Pinilih MANGLE .
Itukah kegiatan yang dimaksudkan " memelihara dengan kesriusan bersama " ?





Bapak Joko Widodo , Wali kota Solo , kiranya dapat kita cermati sebagai sosok pejabat yang dapat memadukan pengetahuan , kemampuan , kemauan melangkah secara nyata dalam melindungi budayanya , budaya daerah . Dalam masa jabatannya banyak sekali digelar kegiatan kegiatan yang berkaitan dengan budaya daerah baik atas prakarsa kraton sebagai pelaksana budaya tradisi yang sudah turun temurun misalnya peragaan busana Jawa , kirab kirab , jamasan pusaka , perbaikan peninggalan peninggalan dll . Kegiatan LSM budaya yang bertujuan untuk revitalisasi budaya daerah , kirab kirab yang non kraton , kumpulan kumpulan karawitan , macapatan , klenengan , beksan dll. Kegiatan formal struktural yang dilakukan pemerintah daerah yang juga berkenaan dengan revitalisai budaya daerah , misalnya penelitian kembali aksara Jawa , penggunaan aksara Jawa untuk papan papa nama instansi , mewajibkan berbicara bahasa Jawa , baju batik , lomba lomba kesenian daerah . Sebetulnya masih buuaaanyak lagi hal hal yang perlu dan akan dikerjakan oleh Pak Jakowi atau Pak Wali sehubungan dengan revitalisasi budaya daerah .
Di Surakarta diadakan sarasehan penulisan dan diskusi tulisan (aksara )Jawa .
Demikian di luar daerah kraton Solo dan Jogya ,jaban rangkah Jawa Timur , Dulang Mas dan pesisir lor dan juga banyak sekali upacara upacara tradisional daerah yang pelaksanaannya dibawah ancaman ancaman dan cemoohan orang yang tak menyukainya , bahkan yang ini telah berlangsung dari jaman Majapahit , sehingga mengapa pelaksanaan upacara tardisional Jawa dilaksanaka secara dedemitan , sehingga timbul yang disebut ilmu klenik . Bagaimanapun juga masih ada pelaksanaan budaya daerah yang masih terus dilaksanakan baik dengan kesadaran maupun meneruskan tradisi .
Bupati Karanganyar Solo Ibu Rina Iriani , menurut Pak Haryono Soeyono sudah sejak tahun 2006 telah memberikan kontribusi dalam merevitalisasi budaya Jawa dengan memeperkenalkan dan mewajibkan setiap warganya berbahasa kromo pada tiap hari Rebo .
Bahkan dikota kecil Kutoarjo , berdiri sebuah kumpulan Paguyuban yang menamakan diri sebagai Paguyuban Sadulur Makmur yang akan memiliki sebuah langkah kerja nyata untuk keseimbangan hidup bermasyarakat dalam bidang kerja politik , ekonomi sosial dan budaya .

Dalam buku Seri Kejawen Terbitan AGGRA Inst . Jilidan 2 ada termuat panguda rasaning penulis yang antara lain berbunyi , " mendah regenge yen ing keluarga sing bapak lan ibune pada pada wong Jawa , njur sakeluarga mbiasaake nganggo basa Jawa ing padinane . Mendah anoragane (anggun dan berwibawane yen para pengangeng Jawa paring sesorah marang andahane utawa masyarakate sing uga wong Jawa migunaake basa Jawa . Mendah endahe yen wong Jawa ing wayah wayah penting isih pada pating sliwer kersa nganggem busana Jawa . Upama ing dina upacara negara ,upacara tradisional , dina gede (lebaran ) malah luwih matuk maneh yen ing wanci pemilihan lurah , pemilihan kada pada ngagem busana daerah , jan gandem temenan . Pada seneng nonton wayang maneh , ben ora pada nonton tontonan sing marakake tawuran .Pada seneng maca buku buku Jawa sing kebak pitutur becik lan ora porno , pada ngrungoake gending gending sing laras , keroncong , pokoke sing ora marahi wong pada gelut lan brangasan .Beliau (Pak Jakowi ) adalah sosok yang pantes disebut sebagai model priyayi Jawa kini , yang nJawani dan ora lali karo Jawane. Beliau termasuk angkatan tua yang berjiwa muda , juga tokoh muda yang menjiwai kekunoan . Beliau sebagai modernis tak pernah bingung dan tahu menempatkan mana modernisasi yang perlu dituladani ,tetapi tidak terlalu mendewakan modernisasi lebih lebih yang ugal ugalan dan mudah mudahan tak terseret arus jeram modernisasi yang membahayakan kehidupan orang dan kebiasaan Solo , dan mudah mudahan sebagai bagian dari pecinta kekunoan beliau tetap konsisten menjaga yang kuno kuno dan tak punya niat untuk mematikan yang kuno kuno hanya karena iming iming untuk jadi kaya raya tetapi yang menyebabkn dosa .
Sebetulnya hanya orang orang daerah yang peduli dan sangat peduli dengan budaya dan orang orangnya saja yang pantas di dukung sebagai pemimpin daerah .

Lalu ada sosok Bapak Dr. Sahid Gitosardjono , orang kaya di Jakarta yang juga ikut andil mendongkrak ketenaran kota Solo dengan terbitnya koran SOLO POS , bahkan lebih dari itu memberi semangat yang dapat menjadi Solo lebih hdup dari sebelumnya . Intinya merevitalisasi budaya daerah .
Kalau Pak Ayip Rosidi ,Ketua Yayasan RANCAGE di Bandung , tetapi lalu pindah rumah ke Blabag Magelang belum mengerti , penulis laporkan sebenarnya kedua beliaulah yang pantas diberi hadiah RANCAGE , karena beliaulah yang dengan nyata telah bersama rakyat Solo membuat Solo hidup budaya daerah setempat hidup lagi setelah sekian lama kembang kempis . Mudah mudahan pemimpin pemimpin daerah kita dimana saja , dengan diterimanya undang undang otonomi , yang pertama kali dikerjakan adalah membangkitkan kembali budaya daerah sendiri dululah sebelum terinspirasi dengan kerja yang aneh aneh lain , karena tugas yang penulis sebutkan itu bukan tugas main main , tetapi tugas yang telah diamanatkan oleh para leluhur lewat UUD 45 . Namun sungguh mengerikan , jika kita membayangkan adanya nafsu keinginan yang begitu besar untuk menjadikan kota Solo menjadi super modern , menjadi megapolis . Dengan Solo center ,mall mall , hotel hotel , paragon ,kondomnium , apatemen . Keinginan yang sebetulnya agen kesrakahan , ketamakan dan arogansi dupeh banjir uang . Uang yang akan mendatangkan musibah besar , pembangunan besar besaran akan mendatangkan musibah setidak tidaknya bagi orang tak mampu . Banyak TKI ,TKW dari daerah ini artinya telah banyak orang sini yang mulai tergusur ke luar . Apakah pembangunan akan menghabiskan orang ini sampai tuntas ? Tak mungkin pak Suto Pak Noyo yang tinggal di apartemen , kondomnium , bukan si Dadap dan siWaru yang akan jadi tamu di hotek hotel mewah . Arogansi orang berduit memang keterlaluan dan telah lama mengintai dan bersiap membuldoser kedamaian kota yang lembut damai . Kelembutan dan kedamaian yang selalu diingat ingat dan dirindukan oleh siapa saja . Mengapa pikiran harus selalu mendongak ke atas , banyak masalah masalah di bawah yang belum beres .

Orang Amerika dulu waktu miskin punya doctrin America for America .

Solo didirikan adalah untuk menjadi model dari keadaan tata tentrem kerto raharjo , bukan dipersiapkan untuk ladang menanam uang, ketamaan dan kerakusan . Sama halnya dengan punden punden ,keramat keramat , petilasan petilasan , pedepokan pedepokan, pertapaan pertapaan , bahkan kraton kraton didirikan oleh nenek moyang dimaksud sebagai tempat orang mencari kedamaian , ketentraman , keteduhan , mengasah budi dan bukan sekali lagi bukan dipersiapkan untuk menjadi ladang yang menghasilkan uang yang berlimpah limpah , kemeriahan yang makksimal , hura hura yang paling dahsyat .

Orang dulu berpendirian tak mengapa dikatakan tidak maju , dielek elek , diala ala sebagai orang kuno yang kolot , yang tidak sugih , karena yang dicari kedamaian , keteduhan , ketenteraman , tata tentrem kerto raharjo .Itu masalahya kan tinggal memandangnya dari sudut mana ?
Meskipun kita tak sepenuhnya dapat mengikuti petutur WEDATAMA , tetapi pitutur para leluhur hendaknya kita perhatikan untuk memperkaya pertahanan batin kita ,

" Nulada laku utama , Tumrap wong tanah Jawi , Wong agung ing Ngeksi ganda ,
Panembahan Senapati ,
Kapati amarsudi,Sudaning hawa lan nepsu ,Pinesu tapa brata ,
tanapi ing siang ratri ,
Amamangun karyenak tyasing sasamisinambi ing saben mangsa
kala kalaning ngasepi
lelana teki teki
nggayuh geyonganing kayun
kayungyun eninging tyas sanityasa prihatinPungguh pangah cegah dahar lawan gulingsaben mendra saking lelana leladan sepi ,
ngiseep sepuhing sopana
mrih pana panraweng kapti ,
tistising tyas amarsudi
Mardawaning budaya tulus ,
mesu reh kasudarman

neng tepiting jala nidi
sruning brata kataman wahyu .wikan wengkoning samodra , kederan wus den ideri
kinemat kemot ing driyo
rinegem sanggem adadi.

Nora kaya si Punggung , Ugungan sa dina dina
aja mengkono wong urip .
Lumuh asor kudu unggul
Sumenggah sesongaran .

Yang pinter sundul langit ,
ya tandange sabendino jumpalitan kaya Burisrawa ,
mburu kemajuan sing tegese mangane enak enak ,
klambine apik apik ,
umahe bregas ,
lungan gampang nganggo mobil utawa montor mabur ,
duwite ora itungan ,
toh tak bisa merubah kodrat Illahi , nek kesel turu , nek tuwo bakal kriput ,elek akhire ya mung njur mati , ora ana sing bisa digawa . Ora usah kakehan polah .

Ngati atilah .Yang jaga kubur selalu siap dengan penggada penggadanya untuk melaksanakan pemeriksaan pendahuluhan dan melaksanakan siksa kubur . Samadya samadya wae . Inggih punapa mboten .
Mungkinkah Solo akan mengikuti jejak kota Bandung atau Bali yang super sibuk ?Mungkinkah Solo akan mengikuti jejak kota Bandung atau Bali yang super padat , sesak ,panas , mengganti suasana yang santai damai menjadi hingar bingar ? Untuk tepa palupi , tengok apa yang didapatkan orang Sunda sesudah Bandung menjadi megapolis ?
Begitupun keraton Surakarta Hadiningrat yang mestinya menjadi mercu suarnya , kebanggaan budaya dan orang Jawa mengapa tak lebih dan tak kurang seperti telah menjadi fosil fosil yang terpajang di Sangiran , tanpa roh , tanpa greget sama sekali .
Bagaimana pikiran pikiran penjaga budaya Jawanya , budayawan budayawan Jawanya , Javanolog Javanolognya
dengan kondisi yang demikian ? Apakah masih ada yang patuh dengan contoh contoh raja leluhur , yang selalu lara lapa , tapa brata , laku batin , mesu budi , tirakatan ? Yang kapati amarsudi , sudaning hawa , sudaning hawa lan nepsu .Pinesu tapa brata .Tanapi ing siang ratri .Amamangun karyenak tyasing sasami .
Memang Pak Ayip Rosidi boleh ngiri , jika di Jawa walaupun sedikit masih ada tokoh tokoh yang masih sempat memikiri budaya daerah , sementara tokoh di Jawa Barat tampak lebih semangat dalam menggeluti modernisasi yang memang diperlukan dalam masa kini .



bintorosri@yahoo.co.id .

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar