PENDIDIKAN DULU ADALAH KERAS , TULUS DAN JUJUR

Diposting oleh Asri Bintoro on Kamis, 17 Mei 2012

AGGRA INSITUTE
TAMAN BELAJAR PLURALISME DNMULTIKULTURALISME
Email : asribintoro7@gmail.com

3 PENDIDIKAN DULU ADALAH KERAS , TULUS DAN JUJUR

Semakin jauh kita berjalan semakin banyak yang kita lihat dan kita alami, semakin tinggi kita berada diketinggian pemandangan semakin luas, tetapi juga semakin besar angin menerpa dan itu dapat membuat kita jatuh, atau menjadikan kita kian tegar dan kuat, seperti halnya pohon diatas karang, di tepi yang curam . Kokoh kuat menghadapi terpaan angin yang dahsyat bahkan badai yang mengamuk atau puting beliung, sambil memberi perlindungan yang ada dibawahnya. 

Orang tua dulu mengajar anaknya dengan sangat keras, begitupun yang dilakukan oleh para guru sekolahan. Dimana-mana begitu. Hukuman phisik jangan ditanya lagi. Seorang murid yang kedapatan melakukan pelanggaran atau bertingkah yang dianggap kurang ajar, melanggar sopan santun terhadap siapa saja, bisa dihajar dengan keras . Tak ada HAM, tak akan ada yang melapor kepada polisi . 

Undang undangnya hanyalah "kalau memang mau belajar, harus menerima keadaan seperti itu" . Tetapi gurupun dapat diyakini berlaku jujur, dan dapat dipercaya akan tulus dan selalu akan membuat keputusan untuk kebaikan, hampir tak ada guru korupsi, ngakali calon murid, memeras murid dengan jual buku dan formulir formulir dan soal soal tes baik untuk latihan latihan maupun ujian resmi. 

Tak ada murid terlibat narkoba, pornografi dan porno-aksi, tak ada murid tawuran, mengroyok guru . Jika ada keributan dikalangaa guru, rata rata berkisar persoalan wanita, skandal guru dengan wanita seprofesi pada tempat yang sama . Guru formal di sekolahan , maupun guru informal kebatinan , sama saja , kebanyakan sangat menghargai integritasnya sebagai guru, dan sadar harus memberi contoh sebagai sosok yang patut digugu ditiru .Setiap guru mengajarkan budi pekerti yang halus , kejujuran dan bagi guru formal ditambah dengan menambah kecerdasan atau daya pikir . Murid murid sangat patuh dan taat pada gurunya , Hubungan guru dan murid seperti mahluk dengan dewanya . Sangat dekat tetapi ada jarak sopan santun .Itu guru dulu yang justru mendapat gelar pahlawan tanpa tanda jasa . 

Tujuannya, pendidikan keras agar anak anak dapat tahan banting menghadapi kesulitan dan tantangan di medan medan kehidupan yang keras, memilki kejujuran, unggah ungguh yang benar , peka terhadap yang harus ditolong dalam hidup kebersamaan dan mempunyai pikiran yang cerdas . Pendeknya banyak hal yang diharapkan dari pendidikan yang dapat diringkas agar berkelakuan baik dan cerdas, sehat jasmani dan rohani . 

Namun kadang kadang justru pendidikan dilakukan dengan sangat lembut misalnya dengan memberi petuah petuah , tepa palupi , pelajaran budi pekerti tentang kesantunan, kelembutan , kejujuran , tepo slira dan yang semacam itu . Semua itu masih mempunyai dasar-dasar mempertahankan adat kebiasaan, budaya kuno yang disebut pluralisme dan multikulturalisme . Namun cara cara dulu mungkin menurut orang sekarang dikatakan terlalu bertele-tele . Sesuai dengan kemajuan jaman dan sesuai dengan kegiatan pemimpin yang menjadi contoh kehidupan . Contoh-contoh dijaman ini , semua hal hendaknya diarahkan kepada tujuan yang praktis dan pragmatis , bagaimana nanti dapat berusaha atau jadi pegawai yang gajinya besar , ekonomi oriented , yaitu cara bagaimana orang dapat berusaha dan cepat mendapat uang yang banyak (quick yielding). Sesudah cukup banyak , harus mengejar yang banyak sekali , begitu seterusnya seperti tak berujung .

Namun tidak semua pemimpin modern begitu .Hanya karena pemimpinnya (panutannya ) kaum homo economic , kebijakannya seperti itu menjadi anutan . Semua persoalan bersumber dan mengarah pada uang. Pikiran yang praktis itu barangkali mempunyai dalil " Dengan banyak uang semua masalah akan selesai .Rakyat akan makmur . Pemimpin demikian itu sebetulnya juga tak salah , wong memang kepintarannya cuma itu .Pengetahuan lain tak perlu , wong memang tak tahu ". Kalau mengerti sedikit tentang humaniora dan agama mestinya tak sekaku demikian . Sebetulnya kurang etis apalagi menurut ukuran timur jika semua hal diarahkan untuk memperoleh uang . Bahkan tempat tempat sakral atau kesakralan tempat mendinginkan hati agar tak srakah , loba tamak , dijadikan tempat entertaimen yang mendapatkan uang tak peduli nanti akan ada perbuatan yang berlawanan dengan kesakralan itu sendiri atau tidak . 

Dalam pendidikan atau lapangan apapun , sangat tepatlah jika homo economic , mendidik homo economic lagi . Guru tak perlu mempunyai perasaan berdedikasi lagi karena mereka bekerja toh dibayar . Profesional dalam arti mendapat uang gaji, honor atau uang lelah . Guru tak boleh menghukum muridnya apa lagi hukuman pisik . Murid tak perlu hormat kepada guru , toh murid lebih kaya dan muridlah yang menggaji guru. Guru sekarang seperti tukang gali sumur , mengerjakan menggali sumur . Orang pesan ukurannya dan berapa harus bayar .Sesudah dibayar , habis perkara . Bedanya hanya kalau tukang gali sumur akan menghasilkan sumur yang sesuai dengan gambar yang disepakati , guru sekolahan tidak . Harapan harapan orangtua murid yang begitu tinggi , agar anaknya pandai , patuh ,soleh dan berbakti kepada orag tua kadang kadang harapannya terpenuhi . Hasil pekerjaan Pak Guru tak sesuai dengan hasil kerja yang diberikan .Ketika orang tua murid komplain mengapa anaknya tak sesuai dengan harapannya ,meskipun dia sudah keluar begitu banyak uang . Jawaban guru , enteng saja. Bagaimana mau baik , bagaimana dari seekor kambing hitam dapat melahirkan seekor kambing putih ? Orang tua murid terdiam , ia ingat pepatah pepatah kuno , bagaimana buntut itu hanya ikut kepalanya . Anak mencontoh orang tuanya . Maka selesailah masalah itu , karena tak diperpanjang lagi . Sekolah tetap berjalan terus , tak masalah apa diajarkan budi pekerti agar anak mempunyai moral yang baik atau tidak . Toh untuk orang jahat sudah ada penjagaan polisi ,jaksa dan hakim . 

Hubungan murid dan guru seperti hubungan penjual sayur dan pembeli di pasar . Guru tak perlu punya keprihatinan lagi kalau murid gagal , justru bersedih untuk diri sendiri, yaitu karena kegagalan meraih reputasi. Sebetulnya kami tak ingin cerita yang macam macam namun bagaimana orang akan tahu jika tak diceritakan? Kalau kita ribut memberikan saran agar membuat orang menjadi berakal budi yang tinggi , mempunyai kejujuran dan mempunyai laku utomo selalu dikatakan kuno , tidak maju , dan hampir selalu dijawab moral itu akan terbentuk karena proses hidup berinteraksi dalam masayarakat . 

Yang penting orang harus kaya .Interaksi antara masyarakat kaya itu adalah kebaikan . Karena itu pendidikan harus mengutamakan orang menjadi kaya . Bahkan kata moral ,karakter dan budaya , perlu di proper test ,akan mendatangkan uang atau tidak . Kalau tidak tunda dulu nanti boleh dipikir setelah rakyat kaya . Yng mengkwatirkan ,kelak jika anak didik itu menjadi orang atau pemimpin tentu hanya akan menjadi pemimpin yang hanya mengintip intip adakah peluang untuk mendapat kemajuan bagi dirinya. Tak mengenal kata sopan santun , karena tak dibiasakan bersopan santun , Tak mengenal dedikasi karena tak pernah dikenalkan pengertian dedikasi . Tak mengenal patriotisme , karena tak diajarkan patriotisme, tak mengenal kaprawiran ,karena tak dikenalkan dengan kata itu, tak mengenal cinta sesama karena tak dibiasakan untuk itu. Mungkin dalam dunia yang dibuat demkian memang tak perlu hal hal yang non profit .
 

Berbeda dengan jaman dulu ,selain orang Cina dan Arab, priyayi dulu dulu umumnya kurang suka berhubungan dengan orang berduit, lebih lebih yang dicireni kurang bermoral . Sebabnya banyak orang terkecoh , ketika berhubungan dengan orang berduit , sehingga keluar fatwa orang tua "anak kecil tak boleh main duit " . maksudnya sejak kecil atau anak anak janganlah dibiasakan berurusan dengan duit yang banyak , sebab dengan duit yang banyak , kecenderungannya untuk berbuat tidak baik terbuka lebar .


Orang tua dulu sangat concern dalam melindungi anak anaknya , sehingga tampaknya terlalu kejam terhadap anak-anak . Ketika orde baru insyaf akan kemiskinan rakyat dan negara , dan kepentingan kepentingan pribadi dan para kroni , hanya dapat diatasi oleh modernis modernis pakar pakar economic , boleh dikata sejak itu orde baru mengerahkan banyak potensi pakar economic dan peran peran ASPRI yang terdiri kaum kuno segera tersingkir . Dan sejak saat itulah banyak sekali kemajuan phisik yang dapat dicapai , namun sebenarnya lebih banyak lagi kekayaan kita yang luber keluar yang mambak mambak dan mubasir . 


Kelebihan pendapatan di dalam negeri selalu mandeg dibagian atas , habis dikuras untuk kepentingan pribadi pemimpin pemimpin dan kroni. Kerakusan orde baru dan kroninya memang keterlaluan . Dan kerakusan orde baru yang mengerahkan mesin pakar economicnya begitu menguatirkan kelompok pakar conomc lain , maka kelompok lain segera memasang kuda kuda untuk melawannya dengan mengerahkan mesin kepiawaian economicnya pula . Maka sebetulnya terjadilah pertempuran modernis yang satu melawan kelompok modernis yang lain yang dibantu rakyat yang dijarahnya . Kekuasaan Pak Harto beserta kelompok economicnya ternyata kalah . Pak Harto yang selama itu adalah orang Jawa dengan ilmu kunonya yang kental , dengan bantuan dan nasehat para ASPRI dan dukun dukun beliau yang selalu menjujung ilmu Jawanya , sebetulnya sudah baik , "berjalan alon alon waton klakon " . Kesalahannya kenapa tiba tiba berbalik mengikuti anutan pengetahuan modernis yang tak dipahaminya yang mengajak berlari kencang tapi cepat masuk ke dalam jurang . 

Alam sesudah reformasi , alam demokrasi dan liberalisasi membebaskan semua ikatan yang selama ini diterapkan oleh orde baru . Alam demokrasi yang mengijinkan orang untuk bebas menentukan arah sendiri . Tak bisa digambarkan betapa tunggang langgangnya orang memperebutkan kesempatan untuk meraih yang selama ini terkungkung . Golongan homo economic yang sudah menguasai lumbung negara, sekalipun tuan tuannya telah pergi justru memperkuat posisinya . Justru sisa sisa kekunoan Pak Harto dibersihkan lagi agar tak bisa ngaru biru langkah langkah homo economicnya .  

Kekunoan yang merupakan penyeimbang modernissi tak diperlukan karena hal itu hanya akan mengganggu gerakan langkah homo economic .Atau kekunoan itu cukup dijadikan alat bantu langkah homo economic . Tempat peninggalan , tempat tempat yang sangat dihormati secara adat , simbul simbul kekunoan , tradisi adat yang semula dijunjung tinggi , yang sebetulnya sebagai alat pengendalian diri dari watak tamak dan serakah , justru dijadikan sarana mendulang uang bagi pariwisata , suatu tujuan yang sangat bertentangan dengan maksud pembuatnya . Kanekes ,suatu daerah di Banten adalah merupakan model yang sudah sangat langka bagaimana orang dapat mencontoh tentang hidup dalam kejujuran , dalam kesederhaan ,dalam kebersamaan , dalam kedamaian , sekarang sudah mulai diusik oleh hingar bingarnya ketamakan , keserakahan modernisme dan akan habis dalam waktu yang tak akan lama . Dengan tak adanya alat penyeimbang itu , segala sesuatu berjalan tentunya berjalan pincang . Tak ada keseimbangan itu yang menyebabkan kegoncangan .Kita orang tua berpikir begitu , barangkali itulah sebab kegonjang ganjingan tak mempunyai tanda tanda akan surut , selama penjaga keseimbangan itu belum dipulihkan.

Namun bagi orang yang tak hirau akan ke gonjang ganjingan tak usah risau, pakailah ilmu cuek, menurutkan benernya sendiri "apapun yang tadinya dirasa mengganjal, biarkan saja lama lama juga akan menjadi hal yang biasa" .Riuh rendahnya tawuran , riuh rendah demonstran , orang kelaparan , orang tak bisa sekolah , tak bisa berobat karena tak punya uang , yang semula mengganjal pikiran ,lama lama kalau sudah biasa tidak akan merupakan hal yang mengganjal . 

Pendek kata dapat ditinggal untuk berkeraoke ,memancing atau mengarang lagu dan tak usah risau . "Ajaran untuk pemimpin . Tenanglah , siapa yang ribut (knock the door ) kemplanglah dia . Tak berani mengemplang kasih kursi di wantimraj ( Dewan pertimbangan raja, Sudah baik sebagai DPA . dirubah rubah jadi Watimraj ) , atau kalau kursinya habis kasih uang saja ". Kita kembali pada pendidikan . Perbedaan dunia pendidikan dulu dan sekarang sangatlah jauh . Demikian hasil anak anak didiknya . Orang orang hasil pendidikan jaman dulu biasanya , seperti gurunya amat menjaga intergritas jabatannya , menjaga moral , kebersamaan . Sayang karena selalu diajar tentang kejujuran , dedikasi , mereka tak paham bahwa di dunia ini ada sisi kejahatan yang amat pintar . Justru kejujuran penjabat ini kadang kadang ditunggangi oleh kepentingan orang jahat . Lain dengan alam kemudiannya dimana pendidikan adalah pendidikan modern seperti sudah kami katakan , menghasilkan orang orang cerdas , tanpa memerlukan intergritas, tanpa perlu mengingat kata dedikasi . Karena itu dalam alam modern dan demokrasi perlu disiapkan segala perangkat untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang negatif . Misalnya disetiap sudut ada pengawasan , baik yang formal maupun informal misalnya LSM , Para pengamat dari segala sektor .Aparat aparat pengawasan .Tetapi alangkah besarnya anggaran untuk itu , tentu kurang efficien. dalam alam kekunoan fatwa dukun yang dilecehkan orang modern mempunyai kekuatan mengendalikan penyimpangan yang besar ,tanpa anggaran yang besar , sama halnya satu kata "ora ilok "dapat bekerja secara efficien mengganti tugas ribuan aparat pengawasan

Namun tak tahu mengapa kearifan kearifan lokal yang ada dalam pluralisme dan multikulturalisme tersebut tak masuk dalam pemikiran penyelenggara negara, yang seperti tak punya agenda lain selain mengejar pertumbuhan ekonomi yang makin menjauhkan gap antara yang berhasil dan yang tak punya kesempatan untuk berhasil . Selalu menyebabkan keributan yang tak akan habis habisnya . Kadang kadang hati ini sedih mendengar bahwa uang yang dipinjam dari mana mana dan yang dikumpulkan negara dari mana mana hanya digunakan hal yang mubasir , atau dicuri dalam jumlah yang tak kepalang tanggung . Dalam hati berkata "Tunjuk kapan kita orang kecil oleh kebagian pembagian mobil mercy ?

 
Asri Bintoro
asribintoro7@gmail.com


--------------------------------------------------------------------------------------------------

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar