Budaya pluralisme dan Mulltikulturalisme ,Budaya Jawa Adiluhung

Diposting oleh Asri Bintoro on Jumat, 10 September 2010

AGGRA INSTITUTE
TAMAN BELAJAR PLURALISME DAN MULTIKULTURALISME 

E mail bintoroasri @ yahoo co.id .


1 . BUDAYA JAWA ADI LUHUNG = ?


10-02-2010


Budaya Jawa dalam konteks pluralisme dan multukulturalisme hanyalah sebagai salah satu komponen dari pluralisme dan multikulturaisme .Karena penulis adalah orang Jawa , mungkin wajar saja jika lalu memberikan perhatian pertama pada budaya Jawa . Tentu saja penulis lebih memahami walaupun sedikit Budaya Jawa tersebut , dibanding untuk memahanmi budaya budaya suku bangsa lain yang sangat beragam di negara ini .
Mengingat Budaya Jawa atau eksistensi Budaya Jawa kini tengah menghadapi pemarginalisasian yang sama seperti yang juga dialami budaya daerah lainnya , maka sebenarnya membicarakan nasib budaya Jawa , seperti sudah mewakili budaya budaya lainnya .Budaya budaya daerah pada waktu ini bahkan sudah sejak lama dikatakan sebagai mengalami marginalisasi atau katakanlah tercampak dari kehidupan berbangsa dan bernegara di negara kita ini .
Sebelum kita membicarakan Budaya Jawa lebih jauh , kiranya perlu penjelasan lebih dahulu pada hal hal yang sering menjadi tanda tanya . Kalau orang Jawa mengikutkan kata adi luhung sesudah kata budaya Jawa , tak kurang tak lebih adalah sebagai pemantas karena begitu cintanya orang Jawa terhadap budaya warisan leluhurnya ,yang begitu dijunjung tinggi . Budaya Jawa seperti budaya daerah lainnya memuat yang disebut kearifan kearifan lokal .Kearifan lokal ini timbul dan terbentuk dari pengalaman pengalaman hidup yang sangat panjang yang kemudian digunakan sebagai tuntunan hidup orang Jawa , lahir batin , Tuntunan budi pekerti . pengendalian diri ,eling dan waspada dalam semua tindakan peka semua yang agal maupun yang alus dan tuntunan terhadap patrap atau perilaku , tingkah laku disertai harapan supaya budaya tersebut dapat menjadi sesuatu yang berharga yang dapat dijadikan penuntun hidup , memberi kecerahan dan pencerahan dan melindungi pada siapa yang percaya .
Sebagaimana tujuan hidup orang Jawa yang selalu mendambakan tata tentrem kerta raharjo , untuk itu setiap orang Jawa dulu diajar untuk menghormat kepada yang pertama adalah Gusti Allah , sang Pencipta . Menghormat segala makluk di sakurebing langit salumahing bumi ,karena dengan menghormati ciptaan Nya juga berarti menghormati Sang Penciptanya . Saling menghormat intinya , menghindari bentrokan . Namun bukan tak mungkin bahwa sesuai dengan tingkat berpikirnya orang orang ,kadang kadang orang orang memberikan penghormatan kepada ciptaanNya secara berlebihan , sehingga terkesan kadang kadang tampak musrik , yang pahal tak ada tujuan untuk berbuat seperti itu . Namun orang orang yang ingin menyudutkan . tak mau memahami bahwa kekeliruan tersebut sifatnya hanya khilaf saja mengingat tingkat berpikir mereka masih belum cukup tinggi .Demikian pula kata kata adi luhung yang benar bukan dinyatakan dengan membusungkan dada dengan perasaan lebih besar dari yang lain dan bukan merupakan penonjolan diri sebagai lebih unggul dari yang lain lain ,sehingga sepertinya mengecilkan yang lain , melainkan sekedar luapan dan ungkapan emosi betapa orangJawa sangat mengagungkan budayanya tanpa dengan maksud merendahkan yan g lain.
Mengingat pada akhir akhir ini , bahkan sejak reformasi nasib pluralisme dan multikulturalisme makin termarginalisasikan (ditinggalkan) , dengan meninggalkan dampak dampak yang kurang menyenangkan misalnya keadaan yang usreg , kondisi masyaakat yang resah gelisah terus yang diwarnai dengan gegeran , kekisruhan , unjuk rasa, kekerasan yang diakhiri dengan amuk masa , terjadi dimana mana dan kapan saja dan terjadi dari sebab seribu satu masalah ,masalah sosial , ekonomi juga poltik ,maka kepada yang kesdu , mari kita coba untuk mengingat ingat lagi apakah pluralisme dan multikulturalisme ( budaya budaya daerah ) tidak perlu kita cermati lagi untuk membawa kembali pikiran yang kalut menuju cita cita luhur masyarakat Indonesia , khususnya orang Jawa yaitu kembali ke cita cita untuk hidup tata tentrem kerto raharjo , yang artinya berupaya untuk meredam hal hal yang tidak proposional , kembali pulih menjadi proposional kembali , mengusahkan agar masyarakat menjadi jenjem dan tentrem .Mengapa para leluhur kita selalu mengajarkan hidup tata tentrem kertaraharjo , gotong royong , selalu dalam kebersamaan ? Artinya kalau sedang susah semua merasa nandang susah sama sama susah , kalau senang sama ama senang . Baik susah maupun senang harus berbagi , tak ada orang susah sendiri , atau senang sendiri , semua harus berbagi . Abot enteng pada bareng bareng dilakoni kanti barang . Para leluhur kita yang waskita telah melihat dari jauh jauh hari , hidup secara individualistis tidak akan mendatangkan kesenangan baik bagi diri sendiri orang , maupun kebersamaan. Hidup induvidualistis dan liberal penuh dengan persaingan persaingan , pertengkaran , perkelahian yang tidak bikin hidup , tetapi harus selalu siap menghadapi stres . Ini adalah gya hidup yang berlawanan dengan cita cita tata tentrem kerta raharjo . 


Membawa kembali pikiran yang kalut menuju cita cita untuk kembali hidup tata tentrem kerta raharjo tentulah dengan mengenangkan dan menjujung kembali cita cita semula , gaya hidup , budaya , kebiasaan , pitutur pitutur yang diwariskan nenek moyang yang penuh dengan kebijakan lokal yang tentunya lebih pas dengan orang setempat , ketimbang modernisasi yang asing bagi penduduk setempat.
Tentu saja pikiran kita tak boleh membayangkan kondisi masyarakat nenek moyang kita seperti didramatisir dalam sinetron , misalnya ditampilkn dalam suasana yang penuh kekumuhan , kedekilan , tinggal dalam gubug gubug atau gua yang kotor penuh kepulan asap kemenyan, karena sesungguhnyanenek nenek moyang kita telah terbukti mempunyai keahlian dalam meredam segala macam hal yang semua itu semula asing dengan sifat sendiri sendiri menjadi satu budaya nusantara , khususna untuk daerah Jawa disebut budaya Jawa yang adiuhung .Ada pesan para leluhur, leluhur yang tentu gentur tapane dan waskita sekali, ngerti sadurunge winarah , waspada permana tingal ,ngerti yen ing tembe budaya Jawa bakal pada disepeleake dening bangsane dewe .
Pesan itu tampaknya sangat sederhana, namun jika dijabarkan bisa jadi ngambra-ambra, menjadi jembar jangkauannya tak mengenal ruang dan waktu yang penting asal ada orang Jawa disitu.

Begini " Wong Jawa kudu nJawani, wong Jawa aja lali karo Jawane " NJawani berarti mencintai dan menjiwai segala sesuatu yang tersebut sebagai Jawa, sebagai sesuatu yang baik yang harus diteladani , baik yang lahiriyah maupun batiniah . Aja lali karo Jawane, berarti jangan melupakan segala sesuatu yang mempunyai nafas Jawa, terutama budayanya yang merupakan jalan keselamatan dan identitas lahir batin orang Jawa, bangsa Jawa , dalam lingkup negara Indonesia .

Atau begini , nJawani itu adalah berlaku atau perilaku , bertindak sebagaimana diajarkan oleh guru guru Jawa kepada orang Jawa tentang budi luhur . budi pekerti .
Ajaran budi pekerti itu untuk mengarahkan orang supaya mempunyai budiluhur.
Budi luhur ialah dapat menghormati orang lain ,membuat orang lain lega ,
membuat orang lain senang .
Membuat orang lain senang pada hakekatnya seperti membuat diri sendiri senang juga .Semua itu akan menuju pada muaranya tata tentrem karto raharjo . Tata tentrem karto raharjo hanya dapat terwujut jika masih ada orang yang dapat menghormat orang lain , memberi kelegaan kepada orang lain dan berusaha untuk menyenangkan orang lain .Contoh :Orang memberikan suguhan kepada tamu dengan maksud menyenangkan tamunya,sebaliknyatamunya harus menyantak kue yang disuguhkan kepada nya agar yang punya rumah puas atau lega . Hal hal seperti itu juga salah satu upaya untuk mempertebal kerukunan dan mengurangi atau memperhalus perbedaan agar tak ada gejolak ,Yaitu gejolak yang sangat tak disukai oleh tata tentrem kerto raharjo . masyarakat seperti itu dalam versi Jawa disebut masyarakat gotong royong , dalam masyarakat orang Sunda mungkin yang disebut silih asah, silih asih , silih asuh . Inilah barang kali inti dari segala pesan leluhur yang telah dirancang sejak dulu karena leluhur sudah mengetahui jalan sejarahnya orang Jawa suatu saat akan keluar rel , lali karo Jawane .Seperti kereta api , setiap kereta api keluar rel itu namanya anjlok , kalau tidak ya nggoling . Mengapa begitu ? Karena budaya Jawa pernah menjadi budaya yang besar dan tinggi yaitu ketika orang Jawa menjadi orang yang menangan (jagoan ) . Karena menjadi orang menangan mempunyai tempat yang tinggi , dan siapaun dan apapun yang berada ditempat tinggi siap dihajar angin kencang . Seperti angin itulah berbagai budaya asing menyerbu untuk meniadakan , ngruyuk dan mengalahkan budaya Jawa , sehingga orang Jawa bingung , lelah , pusing , mendengar semua propaganda , tekanan , ajakan untuk mengikuti ajakan ajakan dari luar sehingga nyaris kehilangan kebanggaannya , nyaris kehilangan kepercayaan diri , nyaris kehilangan jati dirinya menjadi orang Jawa yang kalahan . Aja lali karo Jawane suatu petuah agar orang selalu eling dan waspada . Eling lan waspada jangan sampai merusak bebrayan yaitu inti dari tata tentrem kerta raharjo . Aja grusa grusu tegese semua hal perlu diawali dengan penelitian yang cermat , dikerjakan dengan alon alon tetapi ngati ati ,gemi nastiti sabar sareh , patitis , ora mindogaweni dan harus kelakon .

PENYIMPANGAN DAN SALAH MENGERTI 


Namun demikian bukan berarti semua itu dapat berjalan dengan mulus mulus saja, para kawula yang sudah mengerti sedikit sdikit tentang budaya Jawa kadang malah mempunyai tafsiran atau aturan yang kurang tepat mengenai masalah Jawaisme . Sehingga kadang kadang keadaan menjadi jauh dari yang dikehendaki , dan hal itu kadang kadang malah digunakan untuk meracuni para kawula sendiri, dan untuk keuntungan diri sendiri .Berbagai ancaman dari pihak luar selalu menghantui untuk mengenyahkan budaya secara phisik dan secara idiil dan kini keadaan budaya Jawa sedang dalam karoban lawan dan sedang muncul tenggelam dan demikianlah kini pluralisme dan multikulturalisme tak pernah betul betul muncul kecuali yang ada kaitannya dengan bisnis atau uang. Barangkali golongan modern untuk saat ini , dapat menikmati kemenangannya sampai akan tiba saatnya akan datang golongan modern yang lain yang akan memorak perandakannya .Semua menunggu giliran .Lihat banyak embrio embrio yang akan merupakan penerus modernisasi atau malah merupakan ancaman ancaman modernisasi dari faksi lain yang sangat banyak .
Bagaimana para kadang , bisakah yang kami sampaikan dipahami . Nrimo ing pandum itu juga harus ingat apakah suatu pengorbanan itu juga tepat , artinya dapat berguna dan meningkatkan kebersamaan dan tak merusak tata tentrem karto raharjo . Sanyari bumi sadumuk batuk adalah pernyataan yang paling dahsyat , sebetulnya bukan ancaman main mainan , tetapi ketegasan orang Jawa yang tak akan takut untuk membela kehormatan maupun kekayaannya walaupun misalnya hanya diganggu kecil kecilan , bahkan kalau perlu berkorban nyawa .

Masihkah banyakkah orang Jawa yang nJawani , tegese ora lali karo Jawane .

Walaupun sulit dipahami , tetapi mugkin masih dapat dimengerti .Memang kadang kadang ada orang Jawa, tidak nJawani lagi artinya malu untuk memanggul budaya Jawanya, malu menghayati budayanya, malu dikenal mempunyai identitas Jawa.Siapa tidak teguh hatinya siapa tak kokoh hatinya sebagai orang Jawa , akan kentir (tergeser ) ke arah yang dihendaki oleh orang yang ingin menggeser . Penulis juga sering membaca , pemimpin pemimpin (budayawan ) Sunda juga mengeluh seperti itu . (Vide: Buku Kejawen 2002 Jilidan 2 .AGGRA ) .
Tetapi hal seperti itu perlu kita maklumi karena sebetulnya kita diam diam sudah lama dalam keadaan perang budaya . Semua itu terjadi karena pengaruh dan akibat perang budaya tsb .
Perang budaya selalu terjadi pada setiap hari karena pergaulan manusia , yang selalu ingin menang sendiri dalam segala hal . Dalam skala kecil suatu kelompok ingin menang dari kelompok lain , dalam skala lebih besar misalnya bangsa ingin menang terhadap bangsa lain dalam skala negara , suatu negara ingin memenangkan perang terhadap negara lain . Manusia setiap waktu juga ingin menghilangangkan perang tersebut , tetapi perang , persaingan , perkelaian adalah kodrat manusia juga kodrat makluk makluk yang lain . Memenangkan kan perang seungguhnya merupakan dambaan setiap makluk . Karena dengan memenangkan perang , setidaknya dapat menyebabkan pesaing yang memusuhinya paling tidak tidak akan mengganggu kemerdekaannya , sedang lebih jauh dapat memanfaatkan musuh yang dikalahkan untuk menuruti kehendaknya . Konggres konggres perdamaian umumnya melarang negara lain untuk memusuhi negera anggota konggres , yang sebenarnya berisi ancaman perang terhadap negera lawan . Konggres perdamaian dalam hal ini isinya adalah tantangan perang terhadap negara lain yang bukan anggota .
Tampaknya perang budaya lebih dahsyat dari perang phisik yang frontal , perang budaya seperti kanker , meracuni bagian bagian organ manusia yang akhirnya tak dapat bergerak lagi . Perang budaya sama dengan perang dengan lelembut , ada tetapi tak ada , tak ada tetapi ada .
Dalam perang budaya ini , segala macam akal digunakan untuk menghancurkan budaya . Untuk budaya Jawa mestinya banyak sekali kepintaran yang digunakan untum melemahkan budaya Jawa, sebagi roh bangsa Jawa . Uang , kekuasaan, yang agal yang alus dan masih banyak cara lagi yang kita tak tahu .
Apakah apa yang akan penulis katakan ini hanya resonansi dari perkataan orang lain sebelumnya , penulis tak tahu .
Begini , katanya "Kalau akan menguasai suatu bangsa , kuasai budayanya . karena budaya adalah roh bangsa . Karena itu kuasai rohnya dulu , nanti semuanya gampang , baik ekonomi maupun politiknya ".

Untuk menaklukkan Indonesia , taklukkan pluralisme dan multikulturalisme dulu , karena disitulah letak roh bangsa . Untuk menguasai bangsa Jawa , taklukkan budaya Jawa , nanti orang Jawa mudah dijadikan pembantu pembantu yang miskin yang sangat murah , dijadikan pasar yang ramai yang memberi keutungan yang besar bagi produk produk negara manapun yang bisa mengalahkannya .
Bahkan hal yang demikian itu sudah lama sekali mungkin sejak runtuhnya kerajaan Jawa di Majapahit, segala yang berbau kebesaran Jawa dikikis dan dibasmi hal ini barangkali sebagai upaya untuk mengantisipasi kembalinya Jawanisasi lagi , baik oleh kekawatiran bukan orang Jawa , tetapi juga pihak asing yang paham akan kekuatan budaya Jawa , paling tidak mengurangi peran peran penting orang dan budaya Jawa dalam masyarakat.

Misalnya antara lain ;
1.Bahasa, atau bahasa Jawa . Bahasa atau bahasa Jawa , menurut para ahli ahlinya , bukan saja dapat menunjukkan karakter bangsa, tetapi bisa juga berperan membentuk dan menunjukkan karakter bangsa. Dengan berbahasa Jawa meskipun sedikit ia sudah menunjukkan salah satu identitas , jati diri juga . Ia memelihara harga dirinya dihadapan orang lain. Dan orang lain akan tahu siapa yang ia hadapi .
Untuk membuktikan postulat ini katanya sangat mudah. Setiap anak memiliki bahasa ibu, dan pasti karakternya akan dipengaruhi nilai-nilai dan tradisi yang melekat dan terawetkan dalam bahasa ibunya, dan pola ini akan berlangsung turun menurun. Ketika bahasa Jawa mulai hilang dari masyarakat Jawa , berubahlah sifat , sepak terjang orang Jawa menjadi seperti bukan orang Jawa lagi . Penulis tak tak memuji orang Jawa , apakah karakternya nya baik atau tidak , melainkan hanya mengatakan bahwa orang Jawa juga punya identitas , jati diri dan harga diri .
Ketika bahasa Jawa mulai menghilang dari masyarakat Jawa , berarti mulai hilanglah identitas orang Jawa , jati diri dan dan sebentar lagi harga dirinya .

2.Unggah-ungguh Jawa.

Menurut kaca mata sekarang (kekinian ) mungkin unggah ungguh merupakan hal yang berlebihan. Menurut kaca mata westernissi dan rasionalisme , serta pragmatisme , unggah ungguh sungguh merupakan hal yang sangat menganggu dan tak ada manfaatnya untuk kemajuan . Tidak memberikan keuntungan yang nyata dalam yang dapat dihitung dengan uang.

Bukankah dalam jaman ini hanya uanglah satu satu ukuran kemajuan atau kemunduran ?

Sebaliknya yang jelas menurut pengertian orang Jawa, unggah ungguh merupakan upaya para leluhur kita, yang dimaksud untuk menciptakan tata cara pergaulan agar menjadi tertib dalam mencapai masyarakat yang sesuai cita-cita Jawa yaitu adem ayem, tata tentrem dan karta raharjo . Bahkan jika perlu mempersempit pengethuan tentang uang , dengan mengutamakan pengetahuan tentang moral .Itulah keinginan terbesar dan terujung cita cita orang Jawa . Jaman dulu dalam pikiran pikiran orang Jawa tak pernah terlintas pikiran untuk sugih banda bandu , tetapi yang paling penting ialah urip tata tentrem kerta raharjo , guyub rukun , gotong royong . Dene sekarang ujug ujug menjadi lain ,adalah merupakan akibat dari ulah masyarakat lain dan lingkungan yang membentuknya .

3. Kepercayaan kepercayaan Jawa yang sudah menjadi sandangan (agama,ageman, ageming aji )nya orang Jawa . Oleh para leluhur yang mewariskannya , tentu sudah didisain sesuai dengan kondisi dan yang dibutuhkan orang Jawa. Baik dalam hubungannya manusia satu sama lain, dengan alam gaib dan alam gumelar. Semua hal yang gumelar diatas bumi dan sakurebing langit , dihormati , karena pada dasarnya semua hal ciptaan Gusti Allah semata . Andap asor, sabar sareh, tansah karyenak ,gawe legane atining liyan , semua itu masuk dalam yang disebut sebagai budi luhur . Yang semua itu hakekatnya adalah menghormati Sang Penciptanya .
Semua upaya diarahkan agar supaya orang berbudi luhur , guyub rukun dalam kesantunan dan tidak brangasan, tidak bedigasan, tidak petakilan.

4. Adat istiadat yang merupakan tradisi disesuaikan dengan kebutuhan, telah diwariskan turun-temurun dan mendarah daging. Semua itu di maksud menjaga hubungan manusia dengan Tuhan , manusia dengan manusia lain , manusia dengan alam sekeliling , alam gumelar salumahin bumi sakurebing langit ,agar selalu selaras dan serasi. Ditanamkan sebagai fondamen yang kokoh agar budaya tak mudah goyah diterpa pengaruh dari luar .

5. Dalam bersenipun , misalnya busana, gending-gending, wayang, tarian-tarian Jawa , suka uro-uro dan ngelaras, semua dalam nafas yang sama, mencapai tujuan hidup orang Jawa, hidup rukun, tata tentrem, kerta raharjo. Semua yang tersebut diatas itu adalah bagian budaya Jawa yang nenjadi identitas orang Jawa .Meskipun penulis kurang memahami satu persatu kesenian daerah secara mendalam , penulis mempunyai keyakinan semua budaya yang menjadi roh dari bangsa bangsa yang pluralistis dan multikulturalistis di negara ini bernuansa dan mempunyai tujuan yng kurang lebih sama . Dalam ilmu modern yang sedang berkembang kini, hal hal seperti ini disebut idiom-idiom lokal, kearifan kearifan lokal , kebijakan lokal , yang timbul sebagai hasil pengalaman pengalaman , yang dialami para leluhur selama sekian ratus tahun dan membuahkan kesimpulan yang menjadi pedoman seperti itu (semua ini kita namai saja kekunoan yang sama sekali tak mengandung maksud jelek , sekedar istilah yang artinya semua itu berasal dari warisan para leluhur ) . Orang orang yang mengaku modernis dan nasionalistis biasanya tak berkenan untuk mengenang hal hal kuno yang dianggap provinsialitis , premordialistis ini , mereka berpendirian bahwa kita ini mau maju kenapa mesti mundur . Menurut pendapat penulis , orang orang modern dan nasionalistis sekrang ibaratnya orang yang memiliki pisau pisau atau senjata yang benar benar tajam , dan siapapun tentu bangga memilikinya , akan tetapi apa bila cara penggunaannya kurang trampil pasti akan mengakibatkan musibah baik bagi diri sendiri atau orang lain disekitarnya . Berbeda dari orang yang modernis dan nasionalistis sekarang , para founding father kita ternyata lebih bijak dari orang orang modern dan nasionalistis yang penganut budaya kekinian .Malah leluhur juga founding fater kita masih dapat mewariskan wewaler wewaler mengenai perlu dihormatinya pluralisme dan multikulturalisme agar persatuan dan kekompakan bangsa selalu terjaga , dengan mewajibkan setiap anggautanya saling menghormati , saling asih , saling asuh, saling asah satu sama lain .
Banyak orang orang yang ngungun dan bertanya dalam hati. Mengapa keadaan sekarang kok tansah usreg , gegeran terus ora ana mendane . Pada hal terus terang keadaan sandang pangan lebih cukup dibanding dulu . Mung rada nguciwani dene isih ana wong wong sing kesrakat , mangka jaman biyen
nalika pada susah prasetyane sajanne kita kabeh berjuang bareng bareng mestine kudu wis bareng bareng makmur .
 Sing percaya bahwa keadaan kemelut sekarang ini disebabkan oleh karena orang orang kini yang mengaku lebih pintar , boleh dikatakan telah tak maelu lagi prasetya prasetya tersebut . nJur pada bek bekan , menang menangan . Boleh dikata melecehkan warisan leluhur tersebut dengan cara meninggalkan budaya yang dianggap kuno dan memang kuno sekalipun disitu termuat banyak sekali wewaler wewaler , kebijakan kebijakan ,yang akhir akhir ini disebut kearifan kearifan lokal .Kekunoannya orang Jawa yang kadang kadang disebut Javaisme .

Jalan Alternatif .

Jika disebutkan kemelut yang terjadi sekarang yang tak menda menda ini disebabkan kita telah melecehkan dan meninggalkan yang kuno kuno tersebut ,apakah belum terpikir bahwa untuk mengembalikan masyarakat menjadi jenjem dan tak selalu gonjang ganjing , kita perlu kembali menggali kearifan kearifan lokal untuk mendasari setiap tindakan kita . Dapatkah pikiran pikiran kuno atau kebijaksaan lokal , diajukan sebagai saran baru untuk mencari solusi atas banyak masalah yang belum terselesaikan .

Pikiran ini timbul , setelah melihat sepak terjang westerinisasi ,modernisasi, nasionalisme , demokrasi dan globalissi yang paska reformasi , makin kuwalahan untuk mengatasi chaos masyarakat yang makin ricuh , riuh rendah , hingar bingar . Semua yang sedang melanda bumi ini , westernisasi , modernisasi leberalisasi , demokrasi , dalam tulisan kami, kami disebut budaya kekinian . 
Sedangkan idiom idiom , kearifan kearifan dan kebijaksanaan lokal kami sebut kekunoan sebagai hal yang sebaliknya dari kekinian .
 Dan kekunoan terdengar atau mempunyai konotasi yang jelek , jika orang tak menghayati dengan baik kata tersebut . Dalam perang budaya diantara kita , pergolakan antara yang kuno (budaya kekunoan ) budaya pikiran pikiran warisan leluhur kita dan pikiran pikiran yang modern yang mula mula berasal dari westernisasi , yang disebut budaya kekinian, tenyata budaya kekinian dapat menguasai bumi kita , sejak runtuhnya kerajaan Mataram II . Kemenangan budaya kekinian ; Dengan kemenangan penjajah Belanda budaya westerinisasi mulai melangkah , murubah wajah budaya Jawa kuno , dan kini hal tersebut diteruskan oleh pewaris pewarisnya . Sejak kemenangan budaya kekinian hampir semua tatanan bangsa dan negara berubah dan diubah sesuai dengan kemeauan golongan pemenang perang , tatanan kuno diubah menjadi tatanan modern . Budaya kekunoan tercampak : Dengan tercampaknya budaya kekunoan berdampak makin pudarnya semangat orang Jawa dan pemilik budaya budaya daerah lain . Orang orang daerah mestinya harus rumongso handarbeni dan hanggrungkebi masing masing budayanya . Dengan semakin tercampaknya kekunoan , dengan makin terabaikannya ilmu ilmu warisan kuno leluhur, makin termarginalisasikannya kearifan kearifan lokal , antara lain dengan semakin pudarnya budaya Jawa , merupakan kehilangan yang terlalu besar bagi orang Jawa , yang tak mungkin dapat dirasakan orang lain .
Bukan itu saja , bahkan orang Jawa lebih jauh telah melihat dampak dampak yang terjadi karena terpinggirnya kearifan lokal , berdampak buruk terhadap alam maupun manusianya , dengan sendirnya budayanya dan lain lainnya .
Tanpa kita sadari banyak hal yang terjadi. Tiba-tiba banyak orang Jawa yang tak bisa bahasa Jawa. Tiba-tiba banyak orang Jawa yang tak mengerti unggah-ungguh Jawa. Tiba-tiba banyak orang Jawa yang tidak menyukai budaya Jawa dalam arti busana, seni budaya, tari, gending. Orang Jawa melihat orang Jawa lain mengenakan busanaJawa seperti melihat janggitan atau ilu-ilu. Orang Jawa melihat tradisi Jawa yang dilakukan orang Jawa lain seperti hal yang aneh dan dilecehkan, ditertawakan tanpa memahami maksud yang terkandung di dalamnya. Orang nanggap wayang sudah hampir tak ada. Ledek, klenengan, uyon-uyon hampir menjadi cerita masa lalu, tayuban boleh dikatakan sudah tak ada.Bagaimana pikiran para ahli Jawa (Jawanolog ), budayawan budayawan Jawa, pecinta pecinta budaya Jawa , terhadap makin curesnya budaya Jawa .Bagaimana tanggung jawab penjaga budaya Jawa, apa masih merasa menjadi pengayom orang Jawa dan budaya Jawa. Bagaimana pikiran Pak Soejiwo Tejo , yang terkenal sebagai dalang edan , tetapi seorang budayawan Jawa yang rasionalistis . Beberapa waktu yang lalu ketika melihat Pak Ki Mantep Sudarsonodalang kondang yang kami anggap tonggak budaya Jawa yang diharapkan akan dapat kokoh bersemi , ikut ikut melecehkan lakon lakon wayang Jawa yang sakral dengan memasuki ketoprak humor ,banyak orang Jawa yang mbrebes mili . Kini ketua grup entertaimen itu sudah mati (bukan ki Manteb ), tetapi kini bahkan banyak sekali grup lawak , grup entertainmen yang ikut ikut menyeret budaya Jawa ke dalam dunia hiburan yang dangkal tetapi mahal . Terhadap semua yang dapat dikatagorikan pelecehan budaya ,penulis beserta konco konco hanya berdoa agar yang Mbau Reksonya budaya Jawa tak memberi siku kepada mereka yang sudah melecehkan budaya Jawa dan agar mereka tidak kuwalat .
Dalam kaca mata penulis , kini hanya dukun dan dalanglah yang dapat dianggap cagar budaya daerah yang masih ada . Keduanya dan terutama penjaga tradisi kalangan dukunlah yang paling mendapat serangan yang paling hebat , dari manusia kini .

Namun sebenarnya tak semua orang Jawa menyesali kehilangan budayanya itu, bahkan banyak yang bangga bahwa minggirnya budaya lokal sebagai suksesnya pembangunan dan modernisasi. Golongan ini memang umumnya orang Jawa yang tak pernah tersentuh pendidikan budaya Jawa, sebab sejak dimulainya perjuangan merebut kemerdekaan bahkan sejak kemerdekaan dirancang ,pemimpin pemimpin kita hanya uplek dengan upaya persatuan untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Karena kesibukan dan kesibukan dalam perjuangan ( yang sepi ing pamrih ) mereka kurang paham dengan minggirnya atau terpinggirnya budaya lokal (Jawa ) , bahkan seperti memberi peluang atau dorongan kepada budaya yang tak sesuai dengan adat kebiasaan dan budaya orang orang Jawa , dan tetapi juga merupakan ancaman yang akan merusak segala galanya. Apa lagi masih ada sisa sia upaya de Javanisasi untuk menghambat lajunya orang Jawa dalam meraih keberhasilan keberhasilan dalam masyarakat , baik oleh kolonials maupun oleh orang Jawa sendiri ,juga oleh golongn orang yang lain lagi .
Kalau masyarakat negara kita ini kita umpamakan kolam perikanan yang besar , keberadaan pluralisme dan multikuturalisme adalah semestinya seperti sekat sekat yang membatasi petak petak tertentu .Gunanya untuk melindungi agar ikan yang besar besar misalnya piranha , lele , gabus tak memangsa ikan yang kecil kecil yang lebih lemah . Kenyataan menunjukkan dengan tak disosialisasikanya pasal Bhineka Tunggal Ika , atau pluralisme dan multikulturalisme masih ditambah lagi dengan semangat liberalisme yang menggebu gebu sesudah reformasi , nasionalisme ,liberalisme , maka matilah ikan ikan kecil jadi mangsa ikan besar karena belum adanya proteksi .Dalam ephoria reformasi memang hal tersebut (matinya budaya daerah ) belum terasakan , yang terasa hanyalah keriaan yang tak ada batasnya meskipun intinya pedangkalan dan pengroposan pikiran anggota bangsa . Orang Jawa yang sejak mulanya selalu diajari nrimo ing pandum , setelah kerja selesai biasanya hanya menunggu dan menunggu pandum yang akan diberikan , karena kaprawiran Jawa mengharamkan untuk menanyakan bagiannya , berebut bagian . Tidak perwiro dan orang Jawa biasanya tak sudi untuk menanyakan bagiannya meskipun bagiannya bagian yang halal . Tak perwiro (isin ) berlaku seperti orang miskin untuk meminta , menuntut walaupun haknya , hanya selalu menunggu menunggu pandum yang akan diberikan dengan tetap saja menderita susah , menjadi pembantu , terpental keluar negeri , menjadi tukang tukang , kuli kuli , petani gurem. Ini bukan mengada ada , boleh disensus . Bahasa yang diatas telah dikatakan dapat menunjukkan karakter bangsa , tetapi juga dapat berperan dalam membentuk karakter bangsa , misalnya kalau bahasa yang bukan bahasa Jawa menggusur bahasa Jawa dan tentu selain akan menguasai pergaulan juga akan mempengaruhi menguasai karakter bangsa Jawa , dengan sendirinya menyebabkan terjadinya perubahan karakter orang Jawa dari karakter yang yang dulu dibiasakan halus halus, yang selalu menjauhi gejolak , menjadi kasar dan keras sesuai dengan masyarakat yang membentuknya . Adanya transformasi karakter bangsa menyebabkan dampak yang besar bagi budaya bangsa, nasib bangsa dan alamnya . Nasionalisme dan persatuan sangat diperlukan untuk mempersatukan semangat perjuangan merebut Indonesia merdeka mengangkat derajat bangsa bersama sama . Tetapi sesudah itu kita selesai dan memenangkan kemerdekaan , mestinya kita kembali ke nasionalisme yang mempunyai pluralisme dan multikulturalisme . Kemabali pada tempat semula lagi . Tak berebut ,tak saling melanggar, tak saling berebut menang ,tak saling berebut kuasa untuk menikmati kesenangan sendiri sendiri dengan meninggalkan asas asas kebersamaan . Kita bersatu keluar , dan bersatu kedalam dalam arti tak bentrok berebut segala sesuatu . Tetapi tetap menghormati hak hak kuajiban masing masing seperti semula . Ke dalam kita punya urusan dan kebutuhan yang berbeda dan itu harus dihormati oleh masing masin dan harus ada aturannya . Semua perbedaan itu telah dipahami sejak semula itu , sebetulnya telah ada aturannya dan dilembagakan dalam Bhineka Tunggal Ika . Yang terjadi ternyata lain , semua berjalan tak sesuai dengan jiwa Bhineka Tunggal Ika , bahkan ternyata mulai ada persaingan dan gusur menggusur , Unggah ungguh Jawa dengan gaya gaya lembut dan sangat alus yang menjadikan orang Jawa sangat jatmiko , merak ati , birowo anorogo , diganti dengan pergaulan kini yang demokratis ,egaliter tak membedakan yang halus dan yang kasar , tak mengenal unggah ungguh . Adat dan kebiasaan yang ramah , grapyak , sumanak berubah menjadi yang dikatakan orang Jawa kasar dan urakan . Budaya dalam arti gending gending , seni tari yang halus yang dulu sangat menjiwai orang Jawa kini tak ada atau hampir tak terdengar ,diganti dan berganti dengan hingar bingarnya musik tanpa makna , dan tiap akhir pertunjukan diwarnai kericuhan dan tawuran. Yang nggegirisi dan perlu diwaspadai adalah model grudag grudug ,mrana mrene , membuat kericuhan, urakan , awur awuran dan awut awutan , tetapi dilindungui HAM sungguh mencengkam , dapat mengarah pada kehancuran bangsa . Memang ketidak proposionalan kalau didiamkan akan menjadi hal yang biasa yang tak usah mengusik pikiran kita .tetapi itu akan seperti ngingu mala mungguh cangklakan , kalu tak diobati dapat jadi kanker ". Barangkali agak berlebihan , jika sebelumnya AGGRA INSTITUTE hanya merupakan kumpulan orang orang tua untuk meneliti warisan nenek moyang yang terlantarkan , namun karena dalam perjalanan waktu ternyata ditemukan masalah yang sungguh sungguh besar yang dapat mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara . maka langkah langkah perlu diperlebar disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan yang diperlukan . Masuk dalam bidang politik ? Tidak , hanya masalahnya politik kadang kadang merupakan bagian dari budaya manusia , maka seperti itulah jadinya .
Dulu ketika mengusur penjajah memang kita memerlukan persatuan yang solid agar kekuatan kita tak pecah. Kita perlu nasionalisme .Nasionalisme yang kita perlukan ialah untuk menggalang kekuatan untuk mengusir penjajah .
Ada sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 . Namun sebenarnya setelah sampai ke gerbang kemerdekaan seharusnya kita kembali keasal mula yaitu hidupnya keaneragaman dalam berbudaya budaya Bhineka Tunggal Ika . UUD 45, Panca Sila , Bhineka Tunggal Ika adalah rel perjalanan kita yang sebenarnya tak boleh ditinggalkan . Sebagaimana kata seorang kyai dasar dasar kebangsaan kita adalah seperti rel kereta api yang kokoh , bukan taksi yang dapat disewa pemesannya. Pilar pilar cita cita bangsa kita itu kini sengaja atau tidak , tertinggalkan , dan tampak orang tak begitu serius dengan hal ini .Banyak orang sudah meneriakkan bahaya termarginalisasikannya pluralisme dan multikulturalisme .
Suatu kondisi yang sangat menyentuh perasaan orang Jawa (yang masih punya rasa ke Jawaannya ) ialah makin hilangnya ke Jawaan dari bumi Jawa .
Apakah kira kira juga akan ada usaha yang mengamandemen nama tanah Jawa agar menjadi lebih moderen lagi ? Kalau kita masih menganggap bahasa Jawa sebagai tiang utama ke Jawaan , maka sesungguhnya sosok ke Jawaan telah miring sekali . Bagi orang Jawa semestinya memandang hilangnya bahasa Jawa merupakan masalah besar . Alangkah galaunya kita , melihat fakta makin jarangnya orang bisa berbahasa Jawa dan menggunakan bahasa Jawa .

Penjaga budaya Jawa yang seharusnya concern dengan ketahanan budaya Jawa , pengayom bangsa Jawa justru sibuk dengan hal yang remeh temeh dan tetek bengek, bahkan seolah olah melecehkan budaya nenek moyang yang telah mengangkatnya pada kedudukan paling tinggi diantara sesamanya. Barangkali juga bukan karena apa apa ,hanya karena bingung tak tahu apa yang mesti dilakukan atau tahu terlalu banyak yang harus dikerjakan sehingga menjadi bingung . Kalau penjaga gawangnya sudah teledor , tentulah jangan pernah mengharap kemenangan justru akan terjadi gol yang terus menerus , artinya barisan Jawa kebobolan bola terus . Disinilah perlunya seleksi (evaluasi ) terhadap penjaga budaya Jawa , jika ternyata penjaga budaya Jawa yang diberi kepercayaan tak dapat mengemban tugas yang dipercayakannya . Dasar keturunan memang penting karena dari situ dapat dilihat seperti apa bobot bebetnya .Tetapi jika tak dapat memenuhi tugasnya , perlu dievaluasi .
Sebab tugas menjaga buadaya Jawa suatu tugas yang bukan main main . Jika hanya dengan dasar keturunan , seperti sekarang inilah akibatnya .Kita semua yang menanggung kerugian dengan hampir hilangnya budaya Jawa .
Mangro tingal antara jangkauan yang lebih jauh , dan kuajiban harus hangrungkebi budaya Jawa seharusnya jangan membuat bingung . Perlu mengingat tepa palupi , seperti mburu mburu uceng jebule mengko malah kelangan deleg . Mengharap hujan di langit , air ditempayan ditumpahkan. Memimpikan merak dihutan , punai di tangan dilepaskan . Semua orang perlu mawas diri , tak ada yang sempurna . Dalam budaya Jawapun harus ada demokrasi .Budaya Jawa adalah budayanya seluruh orang Jawa ,semesinya tak tergantung pada satu orang yang mengaku penjaga budaya Jawa tetapi selalu kebobolan terus . Budaya Jawa banyak mempunyai tangan .Tak hanya satu tangan . Mengapa harus bertumpu hanya pada satu tangan jika tangan itu lembek . Dulu Belanda dapat dengan kasar mengintervensi kerajaan , jika sang raja kerkuasa ,bertingkah . Rikuh ewuh pakewuh perlu di revisi agar ada pengetahuan modern yang masuk walaupun sedikit , karena tak ada yang absolulisme untuk masa sekarang . Jangan samapi ada orang yang menepuk dada kebal hukum karena dapat duduk ditempat tinggi , jika kenyataannya dimana mana , kesana kemari dan disana sisni hanya diapusi .

Upaya Orde Baru melindungi budaya daerah :
Dengan tujuan melindungi pribuminya yang lemah , pemerintah orde baru terpaksa mengeluarkan peraturan yang dirasakan membekap orang Cina, budaya Cina . Sambate orang Cina kaya swarane sendaren layangan jinantur , benginging terus minta larangan berkebudayaannya dicabut . Itulah perasan rumngsa handarbeni dan rumongso hangrungkebinya orang Cina terhadap budayanya betul betul masuk dalam hati , yang sebetulnya perlu kita teladani . Tetapi justru kita orang Indonesia umumnya malah emoh ngrungkebi budaya sendiri , akhirnya ketahanannya tipis tipis saja dan mudah hilang , gampang dihancurkan orang yang ingin menguasai , dan menjadikan kita bangsa batur dan pelayan . Bangsa batur dan bangsa pelayan dari tingkat terendah sampai tinggi, dari jadi pembantunya orang baik baik sampai menjadi pembantunya orang yang paling edan.
Barangkali belum hilang dari ingatan sejak pemerintah mencabut larangan dan menghidupkan budaya Cina, Imlek 2007 menjadi euphorianya kemenangan orang Cina di negara ini . Lalu datang bahaya uang yang akan menelan habis keberadaan orang pribumi yang tanpa proteksi .

Tentunya memang bukan hanya sampai disitu saja yang dikawatirkan para orang pandai, yaitu bukan hanya matinya bahasa Jawa thok , tetapi seperti telah banyak dikawatirkan para ahli , akan terjadi pergeseran manusia dari asalnya , bergantinya penduduk , budaya , bergantinya hubungan manusia dengan alam lingkungan , berubahnya tata alam yang akan mengacaukan atau menyebabkan hilangnya idiom idiom lokal , yang merupakan sumber karifan lokal yang dicadangkan menjadi tuntunan dan pedoman hidup orang Jawa itu juga menjadi hilang , maka gelaplah orang Jawa tak punya tuntunan lagi .Dengan hilangnya kearifan lokal dikawatirkan timbulnya orang Jawa baru yang lain yang mungkin sangat berlainan dengan bangsa Jawa yang lalu . Misalnya hal tersebut akan diikuti oleh tumpulnya olah rasa, alusing budi . Dulu banyak tindakan atau reaksi reaksi dalam bermasyarakat yang didasarkan dengan olah rasa . Misalnya orang cukup dihukum atau diperintah dengan ulat (mimik raut muka) atau sindiran dan tak usah memakai bahasa verbal yang membentak bentak .
Orang mengabaikan unggah ungguh dalam berbahasa dan bergaul ,mengabaikan adat dan kebiasaan Jawa dan menjadilah bukan orang Jawa lagi .
Alam orang Jawa yang teduh ,ayem yang bernuansa spiritual dan serba irrasional , dan serba misterius dapat pudar dan jugar mengikuti perangai masyarakat pemiliknya. Karena pemiliknya tak mengindahkan miliknya lagi , tergiur sesuatu yang dikiran lebih baik .

Tanda tandanya selain manusianya yang berubah alamnya juga berubah . dahulu dalam suasana yang masih tata tentrem kerta raharjo , alam juga ikut tata tentrem kerto raharjo . Karena ketenangannya bahkan suara pasar dapat terdengar sampai jauh yang dinamakan kumandang . Dengn kemajuan jaman alam ikut berubah . Pasar yang du berkumandang sekarang pasar ilang kumandange , kali yang dulu mempunyai daerah yang dalam tempat banyak ikan , sekarang tak terawat menjadi kali ilang kedunge , wong wadon ilang wirange , wong edan oleh papan , wong gede ilang kaprawirane , para priyayi ilang kawibawane , para pandita wiku ora mandi pitutur lan japa mantrane , wong tuwo ora diregani anak putune , leluhur pada ora dipaelu turun turune dsb .
Lalu bagaimana sikap orang Jawa menghadapi masalah modernisasi ,nasionalisme kekinian disatu sisi dan menyaksikan makin hilangnya budaya Jawa kekunoan di sisi lain .

Founding father kita yang waskito sudah mengatur sejak lama hanya barangkali kita tak peka untuk menangkap pesan tersebut . Kita harus ingat , kesatuan kita , nasionalisme kita adalah wadah dari bhineka tunggal ika , nasionalisme secara keseluruhan kumpulan yang bhineka , dalam satu wadah tunggal ika . Bhineka Tunggal Ika ini harus menjadi pedoman dalam mengelola masyarakat dan masyarakat saknegara dan bukan hanya dijadikan slogan belaka .

Sebagian kecil orang Jawa menangisi karena hilangnya khasnah budaya yang adhi luhung , yang telah dihimpun , dibentuk oleh nenek moyang kita . Yang ikut menangisi hilangnya budaya Jawa adalah orang Jawa kita yang ada di Suriname , ahli ahli sastra kuno di negeri Belanda , bahkan mereka kecuali menangis juga mengharap kembalinya kejayaan budaya Jawa kembali , meskipun tidak dalam bentuk plek seperti yang kuno kuno , melainkan yang telah diadakan pembaruan dan penyesuaian dengan alam kemajuan . Penyesuian mana tidak boleh merubah roh budaya Jawa yang immaterialistis . irrasionalistis , yang spiritulistis , penuh pengendalian diri , makin mensolidkan kebersamaan . Ingin bangkit kembali menjadi orang Jawa seutuhnya , kembali menekuni budaya Jawa , seperti harus mengembalikan lagi , sikon bangsa dan budaya Jawa yang selama ini terpuruk .
Sedang sebagian lagi tak bersikap atau masa bodo ,karena hanya memiliki pengetahuan budaya Jawa yang minim , atau karena takut dikatakan tidak modern , kuno , ketinggalan jaman , gugon tuhon , balane setan dan lain lain , suatu perkataan yang menyakitkan . akhirnya mereka ragu ragu dalam meyakini budaya Jawa sebagai rohnya bangsa Jawa .
Namun umumnya orang Jawa masih memiliki rasa solidaritas ke Jawaan yang tinggi meskipun tak memiliki pengetahuan budaya Jawa sama skali , golongan ini adalah golongan muda Jawa di luar daerah berbahasa Jawa . Dalam pemilu siapa tahu ada solidaritas kesukuan yang masih kental meskipun dalam hukum pemilu , solidasitas suku ras tak boleh menjadi acuhan .
Dalam pemilihan kepala negara keberadaan orang Jawa yang mayoritas belum pernah terkalahkan , kecuali suatu selingan ketika B.J.Habibi menjadi presiden yang ke 3 , itupun karena dipaksa oleh keadaan darurat .Kecuali nanti dibuat undang undang baru yang mewajibkan presiden harus dipilih secara begiliran diantara suku suku yang ada di Indonesia .
Kepada yang kepingin jadi presiden , penulis serukan buatlah usul inisiatip untuk membuat undang undang seperti itu .Tak sulit kok , wakil wakil orang Jawa yang mayoritas itu biasanya sambil terkantuk kantuk hanya bilang "inggih kados pundi kemawon saenipun , Setuju ." Pokoke dibayar .Lho orang Jawa kok serendah itu nilainya ?

Contoh :
Dalam Sumpah Pemuda 1928 , wakil wakil Jawa "setuju " bahasa Melayu menjadi bahasa nasional , meskipun bahasa Jawa merupakan bahasa yang di pakai 70 % orang Indonesia . Sekarang bahasa Indonesia betul betul akan menggilas bahasa daerah . Wakil wakil orang Jawa biasanya "Inggih sendika kadospundi kemawon saenipun .Setuju . Gawe leganing liyan .
Ternyata di Singapore , Malaysia bahasa nasionalnya tidak satu , toh semua berjalan baik baik saja . Saya punya teman orang Cina , mengatakan , Sekarang orang Cina sudah banyak , berjuta juta , kenapa negara tidak mengijinkan bahasa Mandarin menjadi bahasa nasional dan bahasa resmi .Itupun kalau diajukan ke forum wakil wakil orang Jawa akan berkata "kados pundi saenipun kemawon " Barang kali untuk yang akan datang , dengan bercermin dengan apa yang terjadi sebelumnya kelak wakil wakil orang Jawa akan "inggih kados pundi saenipun kemawon " terhadap semua usul amandemen UUD45 meskipun akan menggusur budaya Jawa , apa lagi orang orang Jawa disitu bukan mewakili ras tetapi parpol yang telah mencincang suku suku, ras dan ada lagi . Bhineka Tunggal Ika tak diamademen karena kurangnya pemahaman maksud didalamnya sehingga diabiarkan begitu saja , dianggap lambang yang tak punya implikasi politis . Misalnya ada yang memahami jika Bhineka Tunggal Ika , yang merupakan pasal pluralisme dan multikulturalisme yang akan merupakan rintangan bagi liberalisasi dan praktisisme dan pramagtisme pasti sudah diamandemen , dan hilang sebagai pasal dalam UUD45 . Oleh karena itu hingga sekarangpun pasa Bhioneka tunggal Ika tetap masih belum tersentuh karena belum ada yang menemukan apa yang terkandung di dalamnya .
Penderitaan yang berat beratus tahun menyebabkan hilangnya kenangan masa kejayaan masa yang lalu tatkala bangsa Jawa berada pada puncak puncak kejayaan .

Kegelamoran duniawi masa kini yang sangat materealistis, betul-betul menutup mata terhadap mutiara-mutiara kebaikan ajaran para leluhur.
Disini lah beratnya perjuangan batin orang Jawa, mungkin pemimpin Jawa telah mengambil sikap yang jingah, di satu sisi berjuang menyatukan bangsa dalam rangka nasionalisme , modernisasi , rasionalisasi sesuai dengan jamannya , disisi lain harus melindungi budaya pluralisme, multikulturalisme dan kedua sisi itu dilindungi oleh UUD 45.
Dalam UUD 45 disebutkan adanya budaya pluralisme dan multikulturalisme yaitu disebutnya Bhineka Tunggal Ika , tetapi penjelasannya kiranya perlu uraian yang lebih jelas. Demikian juga maksud maksud dari pada nasionalisme yang kita anut agar kepentingan yang satu tak mengancam keberadaan yang lain.
Dengan semakin surutnya semangat menguasi budaya Jawa, bangsa Jawa kehilangan terlalu besar , wani ngalahnya orang Jawa ternyata kelewatan lebih-lebih dalam berinteraksi. dengan sesama bangsa lain yang tak mau mengalah mundur selangkah pun dan mau menang sendiri. Kalau kita mengimbangi bersikap seperti itu tentu nerak aturan budaya Jawa yang wani ngalah luhur wekasane. Dalam budaya Jawa orang Jawa tak boleh main keras. Harus lembut jatmiko, birawa anoraga (sama seperti ABRI atau polisi sekarang, sekalipun dilempari, dihina, disawiah-sawiah oleh pengunjuk rasa yang ngajak rusak-rusakan harus sabaaaar, sareh . Piye to iki ?
Mbo yen biso wong Jowo ojo melu-melu kakean akal sing koyo mengkono, kuwi mesti pokale dudu wong Jowo. Presiden sing maune seneng ono demonstrasi tondo demokrasine hidup, bareng "kena batunya "baru sadar kalau demonstran itu dekat dengan anarki. Ora ono sing jenenge demonstrasi santun-santunan . Demokrasi intine adu kuat , ora akeh akehan bala ya ngadu akeh akehan banda . Ora ana sing jenenge tayangan televisi sing ora bungah lan semangat ngelek elek lan menghancurkan wong liya .

Buku pikiran-pikiran hasil renungan kami dan para kanca pencinta budaya Jawa antara lain ;

Buku seri kejawen 2002 Jilidan 1
Uraian umum tentang budaya Jawa, sedikit tentang sejarah Jawa, petunjuk jangan sampai ada orang Jawa melecehkan budaya Jawa karena bisa kuwalat

Buku seri Kejawen 2002 Jilidan 2.
Selang-seling menggunakan bahasa Jawa untuk mengingat-ingat bahwa bahasa Jawa mempunyai undausuk. Menceritakan sebab-sebab bangsa Jawa dari jaman kejayaan sampai bangsa Jawa terpuruk seperti sekarang.

Buku APA KATA ORANG PRIBUMI ,APA KATA ORANG NON PRIBUMI (SIEM SIANG SHENME .

Peranan aristokratisme dan kolonialisme dalam membelenggu orang Jawa. Kedatangan orang Cina membentuk sejarah hubungan orang Cina dan Jawa. Lalu ada cerita tentang TKI dan TKW orang Jawa di luar negeri.

Buku " Hangudi Luhuring Budaya Jawa ".
Berisi pemikiran-pemikiran untuk Hangudi Luhuring Budaya Jawa. Pak Harto sebagai penggagas budaya baru dan manusia Indonesia baru ternyata sebetulnya masih orang Jawa berbudaya Jawa yang kental, percaya dan mempergunakan ilmu Jawa, menjadi petinggi Jawa terlama dalam sejarah. Ternyata pak Harto hanya terseret kroni kroninya . Meh wae dadi wong Jowo jekek , yang juga kill Jawanism.

Ada sebuah kritik dari Bapak Drs.H. Sutadi mantan Inspektur pada Inspektorat Jendral P & K di Jakarta, beliau mengritik bahwa pandangan penulis terlalu Jawa sentris.
Penjelasannya adalah memang agak sulit memberikan keterangan tentang orang Jawa dan budayanya kalau tidak Jawa sentris. Apalagi dalam keadaan bangsa Jawa terpuruk dan kalah dalam medan perebutan berbagai hal secara nasional. Orang Jawa patut dikasihani karena dalam perebutan pekerjaan atau kemakmuran boleh dikata orang Jawa selalu kalah. Ini disebabkan minimnya modal, pembongsangan keberanian dan kecerdikan orang Jawa sejak jaman aristokrasi, kolonial dan neo kolonial yang menjadikan orang-orang Jawa bermental rendah diri (bukan merendah) . Karena itu upaya pertama memang harus mengembalikan jati diri, keberanian dan harga diri orang Jawa yang hilang. Reformasi ,demokrasi , liberalisasi bukan semua berpengaruh jelek pada orang Jawa , lihat dalam era ini orang Jawapun bangkit , berani bertanya tentang ketidak jujuran kecurangan petingginya , tidak mengalah dan sendika dawuh saja . Biarlah sementera seperti itu . Sesudah tegak penuh kesadaran barulah bermanuver. Siapa yang perlu dimanuver .Yang perlu dimanuver tentu saja yang telah memanuver pulralisme dan multukulkuraliss Jawa . Sesudah memanuver kembali ke adat Jawa yang baik . Jawa sentris untuk kalangan orang Jawa sendiri tak mengapa, sebetulnya sama saja dengan orang yang mengatakan budaya Jawa yang adi luhung, sepertinya selalu membangga-banggakan budaya sendiri lebih unggul dari orang lain . Tetapi itu tak apa sekedar luapan hati atas kebanggaanya terhadap budaya sendiri . Kiranya orang lain harus mengerti bahwa pernyataan itu tidak merendahkan kebudayaanorang orang lain , sekedar pernyataan bangga terhadap milik yang dipunyainya , tak ada niatan untuk chauvinisme . Kalau tidak Jawa sentris lalu bagaimana?
Bahkan begitu cintanya orang Jawa terhadap budayanya sampai sampai ada pernyataan , "Kemanapun kita mencari ilmu , betapapun tingginya ilmu yang kita dapat dari mana asalnya pun asal ilmu itu , tampaknya tak akan ada yang cocok untuk diterapkan dibumi orang Jawa . Tak akan ada yang membuat orang Jawa puas dan tenang , karena tujuan tujuan hidup yang ditawarkan kepada orang Jawa bukan yang dicari oleh orang Jawa . Tujuan hidup orang Jawa ternyata bukan seperti yang model sekarang yang memburu buru kesejahteraan materi semata(duniawiyah ) .Tujuan hidup orang Jawa bukan yang terlalu mengidolaan kemegahan ,dan kekayaan ,keglamuran , kesenagan lahir , itu memang dicari tatapi mung sacukupe ora perlu ngaya ,yang dicari adalah suasana yang adem ayem , tata tentrem kerta raharjo. Sing nyimpang saka kuwi mau bakal cedak memalane , gede reribet lan sambekalane .Dene ing akhir tembe kudu nunggu piwales dosa dosane . Jadi sekali lagi kita katakan tujuannya saja sudah geseh . Sebetulnya tak perlu budaya lain , budaya sendiri sudah lebih baik . Jika budaya lain kita perlukan buat tambah tambah dan buat pemantas karena kitapun harus bergaul dengan masyarakat internasional .
Yen dudu kita dewe kabeh , njur sapa sing tresna lan mbelani budayane dewe ?

"Wis pokoke dudu slogan maneh , Budaya Jawa pancen budaya adi luhung temenan .Piye olehku ora muji muji lan mundi mundi , Piye olehku ora fanatik sebab tumraping wong Jawa ,kaya kaya ora ana budaya liyane sing luwih becik maneh ketimbang budaya Jawa . "


Dene sekarang tak seperti itu , diatas sudah dikatakan budaya daerah , kekunoan sedang kalah perang , penjaga budayanya bukan kiper yang baik sehingga buadaya Jawa kebanjiran gol .Semua sepak terjang sekarang atas dasar kekinian dengan segala warna budayanya .

Namun begitu ada pesan agar kita tak terlelap dengan kebanggaan seperti digambarkan oleh cita cita orang Jawa , yaitu cit cita tata tentrem kertaraharjo , tetapi juga perlu mempunyai semangat berupaya agar cita cita tersebut dapat dipahami lebih lebih perlu penerapannya di dunia nyata .
Ada pesan dari sampean dalem Kanjeng Gusti Pakubuwono IV "Pesunen sariranira , Kaprawiran den kaeksi " .

bintoroasri@yahoo.co.id

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar